ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua mantan pegawai Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebagai saksi terkait dugaan rasuah pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara pada Senin (15/7). Mereka dicecar penyidik soal keputusan pengadaan tanah tersebut.
Adapun dua saksi itu, yakni mantan Senior Manajer Divisi Umum & SDM Perumda Pembangunan Sarana Jaya Sri Lestari; dan Junior Manajer Sub Divisi Pengembangan Usaha Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2018 dan 2019 Maulina Wulansari.
"(Saksi) didalami tentang keputusan manajemen Sarana Jaya dalam pengadaan tanah Rorotan," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/7/2024).
Selain dua saksi itu, penyidik juga memeriksa Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing. Dia dimintai keterangan terkait keterlibatan perusahannya dalam proyek ini.
"(Saksi Donald Sihombing) ditanya tentang operasional PT TEP," ujar Tessa.
Sebelumnya, KPK mengaku sedang mengusut dugaan rasuah pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Penyidikan ini merupakan pengembangan kasus yang menyeret mantan Direktur Utama BUMD DKI Jakarta, Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan.
"Betul (kelanjutan dari kasus Yoory)," kata Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/6).
Budi menyebut, KPK telah mengajukan pencegahan ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham terhadap 10 orang untuk mendukung penyidikan kasus ini. Status cegah bepergian ke luar negeri itu sudah diajukan pada Rabu, 12 Juni 2024 dan berlaku enam bulan ke depan.
10 orang yang dicegah, yakni dua karyawan swasta, MA dan NK; tiga wiraswasta, FA, LS, dan M; Manajer PT CIP serta PT KI, DBA dan PS; notaris, JBT; dan advokat, SSG.
Meski demikian, Budi belum menjelaskan status hukum 10 orang yang dicegah tersebut maupun konstruksi lengkap perkara ini. Hal itu bakal disampaikan ke publik saat upaya penahanan dilakukan.
Adapun pembelian lahan dalam kasus ini disebut mengabaikan proses yang benar dan melibatkan makelar. KPK menduga, ada persengkongkolan antara pembeli dengan makelar. Perbuatan curang tersebut diduga merugikan negara mencapai Rp400 miliar.