ERA.id - Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Bonnie Tryana merespons rencana pemerintah menulis ulang sejarah Indonesia dengan narasi positif, termasuk isu pelanggaran HAM berat. Menurutnya, hal ini berpotensi karya sejarah dipelesetkan.
"Kalau kita hanya mengglorifikasi masa lalu dari sisi terangnya saja, sisi baiknya saja, itu berpotensi karya sejarah terpeleset," ujar Bonnie kepada wartawan, dikutip Rabu (4/6/2025).
Dia mengatakan, sejarahnya seharusnya dipelajari dari semua sisi, tidak hanya yang baik atau buruknya saja. Sehingga apa yang terjadi di masa lalu bisa jadi pembelajaran untuk kedepannya.
Terlebih, proyek yang sedang dikerjakan pemerintah ini berkaitan dengan sejarah nasional Indonesia.
"Kalau kita ngomong jeleknya doang, juga enggak bagus. Tapi yang bagus itu, kita (tulis) kedua sisi, bahkan seluruh perspektif ditulis supaya kita kita bisa belajar," kata Bonnie.
"Karena kita hidup sebagai bangsa Indonesia bukan untuk hari ini, untuk dua tahun, 10 tahun, tapi selama-lamanya. Makanya harus ada yang dipelajari," sambungnya.
Pegiat sejarah itu menambahkan, penulisan sejarah, apalagi sebagai acuan pemebelajaran sebaiknya jangan ada yang disensor.
Dengan begitu, masyarakat memiliki ingatan kolektif. Tidak selektif pada sisi baik suatu era kepemimpinan.
"Ya enggak bisa sensor, selektif. Inilah, makanya memori kolektif kita sebagai bangsa hendaknya jangan selektif. Kalau selektif, kita enggak bisa belajar apa-apa," kata Bonnie.
Pendiri Historia itu menilai, proyek penulisan ulang sejarah Indonesia seharunya menjadi momentum bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menegaskan komitmennya dalam memperbaiki pemerintahannya.
"Saya yakin presiden juga melihat ini momentum, apalagi dia mau bersih-bersih, mau perbaiki situasi kondisi kita. Jadi saya pikir, kita harus belajar dari masa lalu, jadi penulisan buku ini ada gunanya," kata Bonnie.
Prihal kabar hanya dua pelanggaran HAM berat masa lalu saja yang dicantumkam dalam penulisan ulang sejarah, dia belum bisa mengkonfirmasi kebenarannya.
Dia mengaku kabar itu masih simpang siur.
"Informasinya simpang siur, enggak tahu nih mana yang benar," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkapkan, penulisan ulang sejarah Indonesia akan mengedepankan narasi positif. Tak terkecuali peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat.
Pemerintah berencana menyusun sejarah dari era pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karena itu, dia menilai, tak perlu menuliskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan setiap era kepimpinan.
"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari seitap zaman, setiap masa," kata Fadli di Taman Sriwedari Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6) lalu.
Prihal pelanggaran HAM berat, dia mengaku tak seluruhnya akan ditulis ulang dalam proyek ini. Alasannya, proyek ini bukan penulisan ulang pelanggaran HAM.
Fadli mengatakan, penulisan ulang sejarah yang tengah dikerjakan pemerintah adalah sejarah nasional.
"Ini bukan menulis tentang sejarah HAM. Ini sejarah nasional Indonesia yang aspeknya begitu banyak, dari mulai prasejarah atau sejarah awal, hingga sejarah keseluruhan," kata Fadli.