ERA.id - DPD RI melakukan rapat pembahasan tingkat pertama RUU Cipta Kerja secara tripartit bersama DPR RI dan pemerintah di Kompleks Parlemen (3/9/2020). Dalam pembahasan RUU tersebut, DPD RI berkomitmen tinggi dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU Cipta Kerja di daerah sesuai dengan kesepakatan dalam Panja dengan diakomodirnya pengaturan terkait post legislative scrutiny sesuai dengan perubahan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
DPD RI sendiri berharap dengan disahkannya RUU Cipta Kerja di masa depan, dapat memberikan fleksibilitas bagi pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan untuk mengikuti dinamika masyarakat dan global yang semakin cepat. Termasuk dalam menciptakan iklim investasi yang bersahabat, efektif, dan efisien.
"Tentunya tanpa mendegradasi kewenangan daerah dan menjamin tercapainya daya saing berkelanjutan di daerah, optimalisasi sumber daya daerah, dan menghasilkan output yang berkelanjutan bagi pembangunan daerah," ucap Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Badikenita Putri Br. Sitepu dalam keterangannya, Minggu (4/10/2020).
Wakil Ketua Komite IV DPD RI Novita Anakotta, dan sejumlah menteri yang mewakili pemerintah, Badikenita mengatakan jika DPD RI mengapresiasi forum tripartit ini yang selama pembahasan RUU tidak meninggalkan berbagai masukan DPD RI terkait kewenangan daerah, sehingga tetap diakomodir dalam RUU Cipta Kerja.
Penerimaan tersebut mengukuhkan prinsip konstitusi yang menyatakan bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam UU. Semuanya dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pilihan politik desentralisasi, sehingga penataan urusan di daerah tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintah pusat.
"DPD menyakini bahwa perubahan regulasi kemudahan berusaha dalam RUU Cipta Kerja mensinergikan dan mengintegrasikan pembangunan daerah dalam bingkai satu kesatuan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah," jelasnya.
Rapat tripartit ini, lanjut Badikenita, merupakan bentuk pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi, dalam semua materi pembahasan RUU mulai dari Panja sampai dengan Timus dan Timsin.
Keseluruhan putusan MK menjadi salah satu pedoman pembahasan, perdebatan, permusyawaratan, dan perubahan norma-normanya. Bukan hanya sekedar amar putusan MK, bahkan dasar pertimbangan putusan MK termasuk rujukan utama, sehingga norma-norma yang tersusun dalam RUU Cipta Kerja tidak lagi melanggar putusan MK yang telah ada.
"Bukti otentiknya adalah keikutsertaan DPD dalam semua tahapan pembahasan tingkat pertama, mulai dari Panja, Timus-Timsin, dan Pendapat Mini DPD secara bersama-sama dalam forum tripartit (DPR, DPD, dan Pemerintah) yang sekaligus tonggak sejarah baru pembahasan sebuah RUU," imbuhnya.