Setahun Pemerintahan, Komitmen Jokowi-Ma'ruf Terhadap Isu HAM Dipertanyakan

| 22 Oct 2020 07:40
Setahun Pemerintahan, Komitmen Jokowi-Ma'ruf Terhadap Isu HAM Dipertanyakan
Jokowi (Dok. Setkab)

ERA.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengevaluasi perkembangan isu kemanusiaan selama satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufik Damanik menyoroti enam isu kemanusiaan yang selama ini ditetapkan sebagai isu strategis HAM.

"Kami mencoba memberikan semacam evaluasi atas perkembangan isu HAM. Pemajuan dan penegakan HAM selama satu tahun pak Jokowi-Ma'ruf. Kami menyoroti enam isu," ujar Taufik dalam konferensi pers virtual, Kamis (22/10/2020).

Taufik mengatakan, pertama, penyelesaian berbagai pelanggaran HAM berat pernah disebut sebagai salah satu komitmen yang akan dipenuhi. Bahkan hal itu sudah digaungkan sejak periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Namun, dari catatan Komnas HAM, hingga saat ini ada 12 berkas kasus pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan. Demikian pula dengan langkah rekonsiliasi yang mengalami stagnasi.

"Ada 12 kasus berkas yang disampaikan oleh Komnas HAM. Sampai hari ini dari 12 kasus itu belum satu pun ada penyelesaian. Terkait dengan diskursus rekonsiliasi. Sampai hari ini kita belum melihat langkah-langkah yang kongkrit. Karena itu kami katakan ini bagian dari stagnasi," ujar Taufik.

Kedua, Konflik Agraria. Taufik mengatakan pelanggaran HAM dalam konflik agraria merupakan isu yang cukup penting. Sebab, pengaduan tentang konflik agraria paling tinggi diterima oleh pihaknya. Selain itu, juga kasus yang paling banyak di Indonesia, seperti di daerah Jawa Barat, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengan, Jawa Timur, hingga Kalimantan.

Taufik mengatakan, aduan terkait isu ini tidak hanya datang dari perorangan dan kelompok saja. Tapi juga dari masyarakat adat yang mengadukan soal hak kesejahteraan dan diperlakukan tak adil yang berujung kasus kekerasan.

"Tak hanya kekerasan dari aparat keamanan kepada masyarakat, tapi di beberapa kasus juga sebetulnya terjadi kekerasan antar masyarakat itu sendiri, maupun masyarakat terhadap aparat keamanan," kata Taufik.

Karena itu, Taufik menilai konflik agraria harus menjadi perhatian Presiden Jokowi karena sudah semakin mengkhawatirkan. Bahkan dia menyebut, jika dibiarkan bukan tak mungkin tahun pertama Jokowi-Ma'ruf disebut sebagai tahun politik kekerasan.

"Ini semakin mencemaskan menurut kami, karena selain ada kasus agrarianya sendiri, apakah itu tanah, SDA, ada pula di mana masyarakat kehilangan hak ekonominya, hak kesejahteraan, atau diperlakukan tak adil, dia menimbulkan atau memicu praktik-prantik kekerasan," paparnya.

Meskipun dalam laporan satu tahun Jokowi-Ma'ruf yang dirilis Kantor Staf Presiden (KSP) mengklaim mampu menghadirkan kerukunan antar umat beragama, serta menjadikan Indonesia sebagai rumah besar Pancasila karena terus menjaga toleransi dan kerukunan. Namun Komnas HAM mencatat hal sebaliknya. Sebab persoalan ketiga yang disorot menyangkut soal intoleransi.

"Soal intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme dengan kekerasan. Ini masih sering terjadi di berbagi wilayah," kata Taufik.

Dia lantas mencontohkan sejumlah kasus seperti pelarangan bangun monumen Sunda Wiwitan di Kuningan, jemaat GKI Yasmin, ada juga kasus di Singkil yang belum tuntas hingga kini. Selain itu, kasus jemaah Ahmadiyah Indonesia di Banjarnegara, Kendal, Jambi, NTB juga masih terjadi.

"Kasus ini memunculkan praktik-praktik bukan hanya diskriminasi, tapi juga persekusi kekerasan terhadap kelompok-kelompok tertentu, terutama kelompok minoritas yang dipersekusi oleh kelompok tertentu," tegasnya.

Meski ada upaya penyelesaian, namun hal itu perlu ditingkatkan lagi. Komnas HAM bersama-sama dengan pemerintah pusat dan daerah, kata Taufik sudah mengatasi berbagai persoalan. Misalnya pelarangan Monumen sunda Wiwitan di Jawa Barat.

"Akhirnya mereka mendapat peluangnya untukmeneruskan pembangunan, tapi tak menutup kemungkinan terjadi lagi persekusi dari pihak-pihak tertentu di sana," kata Taufik.

Keempat, akses terhadap keadilan. Isu ini, kata Taufik menjadi catatan dan perhatian Komnas HAM. Terlebih setelah pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, banyak aduan yang masuk ke kantornya.

"Soal access to justice, banyak catatan kami kasus-kasus yang masuk. Ini akan jadi perhatian yang serius bagi Komnas HAM, dan terus mendorong pemerintah untuk memperhatikan persoalan ini. Terutama setelah diluncurkannya UU Cipta Kerja, akses terhadap keadilan ini akan banyak muncul lagi sebagian aduan ke Komnas HAM," tegasnya.

Selanjutnya, soal kekerasan aparat. Komnas HAM juga menyoroti soal kekerasan yang dilakukan aparat kemanaan terhadap masyarakat, khususnya saat melakukan penegakan hukum. Misalnya seperti pencegahan atau pemberantasan terorisme, dan penanganan unjuk rasa.

Ilustrasi penyemprotan gas air mata saat demo (Dok. Antara)

"Yang tak kalah pentingnya adalah penanganan aksi unjuk rasa yang kita lihat belakangan. Yang dalam dua minggu terkahir kami lihat di berbagai kota," kata Taufik.

Terakhir, soal kebebasan berpendapat dan berekspresi. Catatan penting dari Komnas HAM di satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin adalah soal kebebasan berpendapat dan berekspresi yang semakin terbelanggu. Pemberangusan itu bahan terjadi hingga lingkup akademik dan jurnalistik.

Di lingkungan akademik, kata Taufik, kebebasan perbendapat mengalami gangguan. Sementara ranah jurnalistik kerap diwarnai dengan kekerasan, doxing, hingga peretasan.

"Kita memberikan satu kesimpulan mengenai stagnasi perlindungan HAM itu," katanya.

Semestinya, kata Taufik, kebebasan berdemokrasi sudah lebih berkembang pasca reformasi. Namun, kasus-kasus seperti ini justru bertambah di tahun pertama Jokowi-Ma'ruf.

"Bahkan ada ketakutan dalam menyampaikan pendapat dan ekspresi melalui internet. Ini kami tangkap sebagai bagian dari dampak dari adanya hambatan-hambatan dalam kebebasan berpendapat," tegasnya.

Dari enam isu tersebut, Komnas HAM menyimpulkan banyaknya stagnasi penegakan kemanusiaan selama satu tahun terakhir ini. Terlebih soal pelanggara HAM berat yang mustinya sudah bisa selesai di periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi.

"Tapi sampai periode Pak Jokowi sekarang pelanggaran HAM berat ini belum juga selesai. Kami secara umum menyimpulkan ada situasi stagnan di dalam pemajuan dan penegakan HAM," pungkasnya.

Rekomendasi