Heboh Dugaan Diskriminasi Calon Ketua OSIS, Kepala Sekolah SMAN 6 Depok Beri Pembelaan

| 15 Nov 2020 12:30
Heboh Dugaan Diskriminasi Calon Ketua OSIS, Kepala Sekolah SMAN 6 Depok Beri Pembelaan
Ilustrasi sekolah (Dok. Antara)

ERA.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan klarifikasi kepada kepala sekolah SMAN 6 Depok, Abdul Fatah soal dugaan diskriminasi terhadap calon ketua OSIS berinisial E yang beragama non muslim. Akibat diskriminasi tersebut, pemilihan harus diulang kembali.

Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyati mengaku sudah melakukan pengawasan dan mendapatkan klarifikasi dari Fatah selaku Kepala Sekolah. Menurut pengakuan Fatah kepada KPAI, tidak ada isu SARA di balik pemilihan ulang calon Ketua OSIS di sekolahnya, melainkan karena adanya kesalahan teknis terkait sistem online yang digunakan dalam pemilihan Ketua OSIS. Pasalnya, sistemnya baru dan belum pernah diujicoba sebelumnya.

"Program sistem online yang digunakan adalah hasil karya para siswa yang tergabung dalam ekstrakurikuler TI (Teknologi Informasi). Kepala Sekolah menegaskan bahwa pemilihan ulang OSIS itu karena permasalahan sistem eror, bukan karena isu SARA," ujar Retno melalui keterangan tertulis, Minggu (15/11/2020).

Retno menambahkan, dari keterangan Fatah disebutkan bahwa sistem yang digunakan untuk pemilihan Ketua OSIS belum siap secara teknis. Namun, para guru terlanjur menyebarkan username dan password kepada murid-murid.

Seharusnya, username dan password itu hanya boleh dilihat si pemilik yang terdaftar dalam pemilihan. Dengan kondisi data pemilihan yang tidak valid, kata Retno, akhirnya pihak sekolah melakukan diskusi dengan 9 kandidat calon Ketua OSIS termasuk ananda E.

"Saat itulah, ananda E menyatakan keberatannya jika pemilihan OSIS harus diulang, dan menyatakan mengundurkan diri jika diulang," kata Retno.

Atas kejadian tersebut, KPAI mendesak pihak sekolah untuk melakukan refleksi atas peristiwa ini agar menjadi pembelajaran dan tidak terulang di kemudian hari. Menurutnya, pemilihan diulang dengan alasan masalah teknis seperti sistem yang eror jelas memicu terjadinya ketidakpastian hasil pemilihan.

"Wajar saja jika ananda E menolak pemilihan ulang karena dia sudah pada posisi mendapatkan suara terbanyak dibandingkan kandidat lain, artinya dia menjadi pihak yang berpotensi dirugikan jika pemilihannya diulang," kata Retno.

Selain itu, KPAI mendorong sekolah melakukan rekonsilliasi atas peritiwa ini, sehingga E tetap dapat menjalani hari-hari sekolah dengan baik, tanpa tekanan psikologis.

"Sekolah wajib melindungi ananda E yang berpotensi kuat mendapatkan bully dan diskriminasi dari lingkungan sekolahnya karena dianggap mencemarkan nama baik panitia pemilihan dan juga reputasi sekolah," pungkas Retno.

Rekomendasi