ERA.id - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) atas dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Selanjutnya, Edhy dan empat orang tersangka lainnya ditahan di Rutan KPK.
"Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 25 November 2020 sampai dengan 14 Desember 2020 masing-masing bertempat di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih untuk Tersangka EP, SAF, SWD, AF, dan SJT," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolago dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (25/11/2020).
Adapun KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam orang lainnya. Lima orang sebagai penerima hadiah dan satu orang sebagai pemberi hadiah kepada penyelenggara negara.
"KPK menetapkan total 7 orang tersangka dalam kasus ini. EP (Edhy Prabowo) sebagai penerima," kata Nawawi.
Lima orang yang dijadikan tersangka sebagai penerima hadiah adalah, EP, SAF, APM, SWD, AF dan AM. Sedangkan sebagai pemberi hadiah adalah SJT. Nawawi mengatakan, saat ini ada dua orang tersangka yang belum dilakukan penahanan yaitu APM dan AM.
"KPK mengimbau kepada dua tersangka yaitu APM dan AM untuk segera menyerahkan diri ke KPK," ucap Nawawi.
Dalam dugaan perkara ini, Nawawi menyebutkan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Pada Oktober 2020, SJT, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) datang ke kantor KKP dan bertemu dengan SAF selaku staf khusus menteri sekaligus menjabat Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Dalam pertemuan menurut KPK, ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwader PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
"Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer uang ke rekening PT ACK (Aero Citra Kargo) sebesar Rp731 juta. Selanjutnya PT DPP atas arahan EP (Edhy Prabowo) melalui tim uji tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan PT ACK," papar Nawawi.
Berdasarkan data kepemilikan terdaftar pemilik PT ACK terdiri adalah Amri dan Ahmad Bahtiar (ABT). Namun keduanya diduga hanyalah merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.
Selanjutnya pada tanggal 5 November 2020, terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih, Staf istri Menteri KKP Iis Rosita Dewi. Jumlahnya sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istriya dan Andreau Pribadi Misanta.
Sebagian uang tersebut dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan istri di Honolulu AS pada tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Barang yang dibelanjakan antara lain Jam tangan rolex, tas Tumi dan louis vuitton, baju Old Navy.
"Di samping itu pada sekitar bulan Mei 2020, EP juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US 100 ribu dolar AS dari SJT melalui SAF dan AM," tegas Nawawi.
"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," imbuhnya.