Dilema KPU: Meningkatkan Pemilih di Tengah Pandemi atau Mengusik Nurani?

| 03 Dec 2020 13:00
Dilema KPU: Meningkatkan Pemilih di Tengah Pandemi atau Mengusik Nurani?
Ilustrasi gedung KPU (era.id)

ERA.id - Kampanye untuk mengajak orang memilih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), dikritik. Alasannya, karena orang sakit yang dirawat di rumah sakit juga diajak untuk mencoblos. Sesuai dengan pekerjaannya, KPU memang berhak untuk memfasilitasi orang sakit demi memberi sumbangsih dalam Pilkada Serentak pada 9 Desember mendatang.

Memilih itu adalah hak. Toh KPU sebagai lembaga negara hanya bertugas menyarankan orang harus memilih. Tidak memilih juga adalah hak. Sudah beberapa pemilu, kampanye KPU terus menyasar orang-orang yang tidak dapat memilih, fasilitas juga semakin dipermudah seperti menjemput suara.

Itu artinya, suara rakyat dianggap sangat berharga pada pilkada. Meski begitu, hal ini dianggap tak lazim. Polemik dengan digelarnya pilkada pasa masa pandemi, masih terus berlangsung. Karena jalan KPU menjembut bola ke pemilih, seorang warganet dengan nama akun @aik_arif, menulis cuitan satire yang dialamatkan ke KPU RI.

"Silakan sakit, mau mati juga boleh. Tapi, sebelumnya ikutan dulu pilkada, ya. Pilihlah penguasa... yg pada akhirnya nggak bakal ngurusin kamu, bisa-bisa korup juga..."

Bukan hanya itu, akun @kamalbukankemal juga memberi kritik. "Designernya pas gambar ini ga terketuk apa ya nurani kecilnya menggambar ilustrasi arahan dari atasannya, ada orang sedang berbaring menunggu ajal karena COVID-19, antara hidup & mati, lalu dihampiri petugas KPU yg datang menagih suara mereka. Ironis ga sih lihat gambarnya?"

Hal seperti ini bak buah simalakama. Oleh negara, KPU diberi tugas untuk meningkatkan jumlah pemilih di setiap pilkada. Sementara di sisi lain, KPU juga harus melihat situasi apakah mereka bisa memfasilitasi hasrat pemilih yang terinfeksi COVID-19 atau tidak, dan tentunya itu akan menyerempet persoalan nurani bagi sebagian orang. 

Akhirnya, Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi angkat bicara. Menurutnya, KPU tidak memperbolehkan pasien Covid-19 yang sedang isolasi mandiri atau dalam perawatan di rumah sakit untuk bergabung dengan pemilih sehat dalam satu TPS.

"Bukan datang ke TPS, tapi petugasnya (KPPS) yang akan mendatangi ke rumah sakit," kata Dewa dikutip dari CNNIndonesia, Rabu (2/12) kemarin.

Dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 pasal 72 ayat (1), disebut pemilih yang sedang menjalani rawat inap, isolasi mandiri, dan/atau positif Covid-19 dapat menggunakan hak pilihnya di TPS terdekat.

Nantinya, TPS terdekat mengirim maksimal dua orang petugas untuk melayani para pemilih di rumah sakit tempat mereka dirawat. Petugas yang dikirim juga wajib menggunakan APD lengkap dan merahasiakan pilihan pemilih.

Pelayanan dimulai pukul 12.00 waktu setempat. Namun tak ada paksaan bagi pemilih untuk ikut dalam pilkada. "Bagaimana kalau ada pasien dalam keadaan kritis? Dilihat di lapangan apakah mereka memungkinkan atau tidak menggunakan hak pilihnya. Prinsip kami seoptimal mungkin memberi fasilitas," tuturnya.

Rekomendasi