ERA.id - Belakangan nama Laskar khusus Front Pembela Islam (FPI) banyak diperbincangkan setelah 6 anggota laskarnya tewas ditembak polisi di tol Karawang. Laskar yang aslinya bernama Laskar Pembela Islam (LPI) merupakan sayap organisasi FPI.
LPI dipimpin Panglima Besarnya, Ustaz Maman Suryadi. Soal LPI, Maman mengakui, laskar mereka terdiri dari berbagai golongan, termasuk mantan kriminal.
"Laskar kami dari kalangan grass root, preman, anak tongkrongan. Kami mendidik akhlak, perbuatan, agar mereka ketika kembali ke masyarakat bisa diterima," ujarnya dikutip dari CNNIndonesia.
LPI ini dilatih bela diri, pencak silat, dan diwajibkan bisa mengaji. Mereka juga diharuskan mengikuti taklim yang digelar di markas dari tingkat pengurus cabang hingga pusat.
Maman mengatakan, sejak awal dibentuk, LPI ditujukan untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar alias menyebarkan kebajikan dan mencegah kemungkaran, khususnya memerangi kemaksiatan.
Laskar inilah yang kemudian gencar melakukan tindakan tegas di lapangan. "Laskar memang sudah ratusan yang mengadapi hukum, ada yang dipenjara bahkan meninggal di penjara, itu dilema atau risiko perjuangan kami," kata Maman, beberapa tahun yang lalu.
Sementara Juru Bicara FPI, Slamet Maarif pernah mengatakan organisasinya siap pasang badan agar penyebaran kebajikan yang selama ini dilakukan sejumlah ormas Islam tidak diganggu dengan kemaksiatan. Laskar FPI pun berhadapan dengan para preman penjaga tempat yang dianggap maksiat.
"Karena kami ambil posisi sebagai tukang jaga, tukang berantas 'hama', maka wajar kami pakai alat, minimal kami punya pentungan. Ketika kami lahir, kami punya tongkat, identik itu," ujar Slamet di tempat terpisah.
Bahkan ia menyebut aparat keamanan yang seharusnya mengambil tugas memerangi kemaksiatan justru diduga melindungi para pemilik tempat maksiat, seperti lokasi prostitusi. FPI dengan laskarnya pun mengambil alih tindakan dengan melakukan sweeping, bahkan penangkapan.
"Berapa banyak tempat kemaksiatan, prostitusi, mereka (aparat) yang ambil," kata Slamet.
Dia menambahkan, sebelum menyisir tempat hiburan malam, pada dasarnya ada standar operasi prosedur (SOP) yang dilakukan FPI. Mulai dari melapor ke pihak kepolisian, memastikan tempat maksiat, dan mengukur kekuatan.
Ketika laporan tidak ditanggapi, FPI turun aksi. Itu pun kata Slamet, setelah ada koordinasi dan tembusan pemberitahuan ke aparat.
"Polisi (oknum) yang jaga, mereka hidup dari situ. Bagaimana mereka mau menutup. Itu fakta di lapangan, rahasia umum," katanya.
Menurutnya, antara FPI dan polisi tak jarang berbentur di lapangan. Namun saat aparat dianggap sejalan dengan perjuangan FPI, mereka bergandengan.
Dia tidak memungkiri saat beraksi di lapangan, massa sulit dikendalikan. Namun Slamet mengklaim yang melakukan aksi kekerasan bukan anggota laskar. Karena itu pendidikan dan pelatihan (diklat) diadakan untuk membekali para laskar.
"Kadang di lapangan kurang terkontrol, ketika terjun ke lapangan banyak yang bukan laskar, tapi mereka ikut pergerakan kami, itu kadang susah dikendalikan," katanya.
Bukan cuma dikenal keras, LPI juga dikenal tangguh dan lembut. Mereka buktinya sering turun ke daerah bencana untuk memberi bantuan. Dalam berlatih turun ke daerah bencana, mereka bekerja sama dengan Badan SAR Nasional (Basarnas).
Mereka juga menggandeng TNI untuk memberikan pelatihan khusus dan mengikuti program Bela Negara.
"Terkadang dengan Kopassus untuk belajar lapangan, termasuk bela diri, belajar menembak, kami datang ke markas Kopassus," kata Slamet.