Mahfud MD: FPI Sudah Bubar Sejak 21 Juni 2019, Tapi Masih Suka Beraktivitas

| 30 Dec 2020 13:35
Mahfud MD: FPI Sudah Bubar Sejak 21 Juni 2019, Tapi Masih Suka Beraktivitas
Menko Polhukam dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (30/12/2020). (Foto: Istimewa)

ERA.id - ERA.id - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut secara de jure Front Pembela Islam (FPI) telah bubar sebagai organisasi masyarakat sejak tanggal 21 Juni 2019. 

Namun, menurut Mahfud, secara organisasi FPI tetap kerap melakukan aktivitas yang melanggar hukum dan ketertiban seperti sweeping dan provokasi

"Bahwa FPI sejak tgl 21 juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi dan sebagainya," ujar Mahfud MD dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Rabu (30/12/2020).

Selain itu, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) per tanggal 23 Desember 2014, Mahfud mengatakan pemerintah melarang aktivitas dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI. Sebab kelompok pimpinan Rizieq Shihab tersebut dinilai tidak lagi memiliki legal standing baik sebagai organisasi masyarakat maupun organisasi biasa.

Dengan demikian, kata Mahfud, aparat pemerintah pusat dan daerah harus menolak apapun aktivitas yang mengatasnamakan FPI. Larangan tersebut berlaku mulai hari ini, Rabu (30/12/2020).

"Jadi dengan adanya larangan ini tidak punya legal standing. Kepada aparat-aparat pemerintah pusat dan daerah kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI itu dianggap tidak ada dan harus ditolak karena legal standing-nya tidak ada terhitung hari ini," tegas Mahfud.

Mahfud mengatakan keputusan keputusan pemerintah larang FPI ini diteken oleh enam menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Menteri Hukum dan HAM, Kepala Polri, dan Jaksa Agung.

Rekomendasi