Ribka Tjiptaning Ogah Divaksinasi COVID-19, IDI: Tidak Ada Alasan Tolak Vaksin

| 14 Jan 2021 17:10
Ribka Tjiptaning Ogah Divaksinasi COVID-19, IDI: Tidak Ada Alasan Tolak Vaksin
Ilustrasi vaksin COVID-19 (Dok. Antara)

ERA.id - Juru bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Erlina Burhan menegaskan vaksin COVID-19 buatan Sinovac sudah memenuhi seluruh kriteria layak pakai. Sehingga tak ada alasan untuk menolak vaksinasi COVID-19.

Hal itu dibuktikan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA). Demikain pula dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sudah mengeluarkan fatwa halal dan suci untuk vaksin COVID-19 buatan Sinovac.

"Kriteria kehalalan, keamanan, dan efektivitas sudah terpenuhi semua, sehingga tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menolak vaksin ini," tegas Erlina melalui keterangan tertulis, Kamis (14/1/2021).

Erlina menambahkan, jika vaksin COVID-19 buatan Sinovac tidak aman, tentu para pimpinan dari perwakilan masing-masing kelompok menolak untuk divaksin bersamaan dengan Presiden Joko Widodo.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama di Indonesia yang mendapat suntikan vaksin Sinovac dosis pertama pada pukul 9.42 WIB di Istana Negara, Jakarta Pusat, disusul oleh sejumlah pejabat negara dan tokoh masyarakat, termasuk di antaranya Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Daeng M. Faqih.

"Ketua Umum IDI, dr. Daeng M. Faqih, juga ikut divaksin bersama Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan kepada para tenaga kesehatan dan tenaga medis supaya tidak perlu ragu lagi menjalani vaksinasi saat gilirannya nanti," kata Erlina.

Erlina menjelaskan, salah satu tujuan vaksinasi adalah untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok. Hal ini bisa tercapai apabila 70 persen rakyat Indonesia divaksin. Dengan demikian, 70 persen tersebut bisa melindungi 30 persen rakyat lainnya yang tidak bisa divaksin atau yang rentan kesehatannya.

"Kalau banyak masyarakat yang menolak vaksinasi, kekebalan kelompok tersebut tidak akan tercapai sehingga penularan akan terus berlangsung, sementara kondisi kita sekarang ini saja sudah sangat sulit. Tidak bisa kita terus-terusan seperti ini," tegasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning tegas menolak divaksin COVID-19 yang belum jelas efikasinya. Dia bahkan siap membayar denda daripada divaksin.

"Saya tetap tidak mau divaksin. Saya tetap tidak mau divaksin mau sampai 63 tahun bisa divaksin, saya 63 ini. Di DKI semua anak cucu saya (kalau) dapat sanksi Rp5 juta, mending gue bayar, jual jual mobil kek. Begimana Bio Farma masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain," kata dr Ribka Tjiptaning dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin, Kepala BPOM dan Dirut Bio Farma yang disiarkan lewat YouTube DPR RI, Selasa (12/1).

Bukan tanpa alasan dr Ribka Tjiptaning menolak vaksinasi COVID-19. Ribka Tjiptaning punya pengalaman soal vaksin lainnya yang justru membawa kerugian.

"Pengalaman saya saudara menteri, ini saya ngomong lagi di rapat, vaksin polio malah lumpuh layu di Sukabumi. Terus anti kaki gajah di Majalaya mati 12, karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk ke Indonesia Rp 1,3 triliun waktu saya ketua komisi. Saya ingat betul itu, jangan main-main vaksin, saya menolak vaksin, kalau dipaksa HAM, pelanggaran HAM. Nggak boleh maksa begitu," papar Ribka tegas di depan Menkes. 

Selain itu, dr Ribka Tjiptaning mempertanyakan jenis vaksin COVID-19 yang bakal digratiskan untuk masyarakat Indonesia.

"Saya tanya ini yang mau digratiskan semua rakyat ini yang mana? Wong ada 5 macam, Rp584 ribu, Rp292 ribu, Rp116 ribu, Rp540 ribu sampai Rp1 juta 80 ribu, Rp 2,1 juta," kata Ribka.

Rekomendasi