ERA.id - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar FPI yang diinisiatori oleh politisi senior Amien Rais, petinggi KAMI Abdullah Hehamahua, Waketum MUI Muhyiddin Junaidi, hingga Artis Neno Warisman membuat petisi yang berisi tuntutan agar pemerintah segera menuntaskan kasus pembunuhan enam orang anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Cikampek pada Desember 2020 lalu.
Petisi bertanggal 1 Februari 2021 bertajuk 'Petisi Rakyat untuk Penuntasan Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar FPI oleh Aparat Negara' itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Menuntut Presiden Republik Indonesia sebagai kepala pemerintahan untuk ikut bertanggungjawab atas tindakan sewenang-wenang aparat negara dalam peristiwa pembunuhan tersebut," bunyi petisi yang dikutip pada Selasa (2/2/2021).
Dalam petisi tersebut, TP3 juga menuntut agar nama-nama para pelaku pembunuhan enam anggota Laskar FPI yang dilaporkan Komnas HAM kepada Presiden Republik Indonesia segera diumumkan.
Selain itu, Amien Rais CS mendesak Jokowi untuk mencopot Irjen Fadil Imran dari jabatannya sebagai Kapolda Mero Jaya dan anggota Polri.
"Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk memerintahkan Kapolri memberhentikan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sebagai anggota Polri, sehingga proses hukum kasus pembunuhan enam anggota Laskar FPI dapat dilakukan secara obyektif, terbuka, dan berkeadilan."
TP3 juga meminta DPR RI segera membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelidiki kasus pembunuhan atau pembantaian enam anggota Laskar FPI. Mereka menduga kuat, peristiwa tersebut bukan sekadar pembunuhan biasa, tetapi terkait dengan persoalan politik kekuasaan.
Lebih lanjut, TP3 mendesak dua lembaga internasional, yakni Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) dan Komite Menentang Penyiksaan (Committee Against Torture) di Jenewa untuk segera melakukan penyelidikan termasuk memanggil pihak-pihak yang terkait dengan pembunuhan enam Laskar FPI.
TP3 juga menuntut negara bertanggung jawab kepada korban dan keluarga korban sesuai Pasal 7 Undang-Undang No,31 tahun 2014 tentang perubahan Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Adapun tanggung jawab yang diminta untuk dipenuhi antara lain menghukum pelaku, meminta maaf kepada keluarga korban, memberikan pelayanan medis psikososial, merehabilitasi nama baik korban, dan memberikan kompensasi pada keluarga korban.