ERA.id - Terdakwa Rizieq Shihab menjalani sidang pleidoi atau nota pembelaan untuk kasus tes usap RS UMMI Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).
Dalam pleidoinya, eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu mengungkapkan isi pertemuannya dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan dan eks Kapolri Tito Karnavian saat dirinya berada di Arab Saudi medio 2017-2018.
"Awal Juni 2017 yang juga pertengahan bulan Syawwal 1438 H, saya bertemu dan berdialog langsung dengan Kepala BIN Jenderal Polisi (Pur) Budi Gunawan bersama Timnya di salah satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah-Saudi Arabia," kata Rizieq.
Pertemuan itu berbuah kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh Rizieq dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Purn) Agus Soeharto di hadapan Budi Gunawan.
Kemudian surat tersebut dibawa ke Jakarta dan ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Pusat Ma'ruf Amin yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres).
Di antara isi kesepakatan tersebut, Rizieq meminta untuk menghentikan kasus hukum dirinya bersama rekan-rekannya. "Sehingga tidak ada lagi fitnah kriminalisasi, dan sepakat mengedepankan dialog dari pada pengerahan massa," kata Rizieq.
Pihaknya juga siap mendukung semua kebijakan Pemerintahan Presiden Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan Konstitusi Negara Indonesia.
Tak hanya bertemu dengan Budi Gunawan, Rizieq juga mengaku sempat dua kali bertemu dan berdialog dengan eks Kapolri Tito Karnavian pada medio 2018-2019 di salah satu hotel bintang lima di dekat Masjidil Haram, Makkah.
"Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019," kata Rizieq.
Namun, ada tiga syarat yang diminta Rizieq Shihab dalam kesepakatan tersebut. Pertama, ia meminta para pelaku penistaan agama seperti Denny Siregar, Ade Armando, hingga Permadi Arya alias Abu Janda diproses hukum.
Kedua, ia meminta menghentikan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). "Artinya sesuai Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI sekaligus Pelarangan Penggunaan Atribut PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme dan Marxisme serta Lininisme," kata dia.
Terakhir Rizieq meminta agar pemerintah Indonesia setop penjualan aset negara kepada pihak asing. "Stop penjualan aset negara ke asing maupun aseng. Artinya semua aset dan Kekayaan Negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan Rakyat dan Bangsa Indonesia."
Meski begitu, Rizieq menyesalkan kandasnya hasil kesepakatan tersebut karena adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil mempengaruhi pemerintah Arab Saudi.
"Sehingga saya dicekal atau diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia. Saya tidak tahu apakah Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Kapolri Tito Karnavian yang mengkhianati dialog dan kesepakatan, serta mereka terlibat dalam operasi intelijen hitam berskala besar tersebut," kata Rizieq.