ERA.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membantah kabar mengenai ribuan sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas menjadi klaster Covid-19.
Menurutnya, jumlah sekolah yang menjadi klaster sangat sedikit dibandingkan sekolah yang tidak menjadi klaster.
"Kalau kemarin banyak diskusi atau hoaks klasternya banyak, sebenarnya tidak demikian," kata Budi dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (27/9/2021).
Budi menjelaskan, sejak sekolah diizinkan kembali menggelar PTM terbatas, pemerintah melakukan sejumlah sampling di sejumlah tersebut. Paling banyak sampling dilakukan di sekolah-sekolah yang berada di DKI Jakarta dan Surabaya.
Budi mengatakan, suatu tempat disebut sebagai klaster apabila kasus positif Covid-19 yang ditemukan berjumlah banyak. Misalnya, dari data yang dipaparkan, jumlah murid dan guru di SMP PGRI 20 Duren Sawit yang dites sebanyak 266 orang. Dari jumlah tersebut yang dinyatakan positif sebanyak 21 orang, maka bisa disebut klaster Covid-19.
Sedangkan di SDN 05 Rawasari, jumlah murid dan tenaga pengajar yang dites sebanyak 30 orang, hasil yang positif hanya satu orang, maka tidak bisa disebut klaster.
"Klaster itu kan kita definisikan kalau penyebaran terjadi di sekolah banyak. Kalau cuma satu orang itu enggak," kata Budi.
Menurutnya, PTM terbatas tetap perlu diteruskan lantaran terdapat banyak kerugian jangka panjang jika sekolah tatap muka terus menerus ditunda. Karenanya, pemerintah fokus melakukan advance surveillance pada kegiatan PTM terbatas.
Budi menegaskan, mau tidak mau, masyarakat harus mulai hidup berdampingan dengan Covid-19 asalkan protokol kesehatan tetap dijalankan maka bisa terhindar dari penularan.
"Kita harus melakukan mulai pendidikan tatap muka ini karena banyak long term disbenefit jika kita tunda. Makanya kita fokus sekali melakukan advance surveilans khususnya tatap muka ini," kata Budi.
"Kita harus belajar hidup dengan ini (Covid-19). Saya bicara dengan Pak Nadiem (Mendikbudristek Nadiem Makarim) ya ini normal. Bukan kemudian takut atau menghindari karena kita tetap harus PTM," kata Budi.
Dalam kesempatan itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikburistek) Nadiem Makarim menegaskan, hingga saat ini pemeritah tidak terlalu khawatir dengan tren kasus Covid-19 yang terjadi di sekolah yang menggelar PTM terbatas.
Dia mengaku lebih khawatir dengan jumlah sekolah yang menggelar PTM terbatas. Dari data yang dimiliki, baru 40 persen sekolah yang menggelar PTM terbatas.
"Saya khawatir bahwa hanya 40 persen sekolah kita yang bisa melakukan PTM saat ini. Jadi ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya sudah boleh melakukan PTM," kata Nadiem.
Nadiem menyebut, berdasarkan data dari Bank Dunia dan sejumlah lembaga riset menunjukan bahwa yang ditimbulkan apabila sekolah terus dilakukan secara dari atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Terlebih untuk anak-anak usia SD dan PAUD yang tidak bisa melakukan PTM terbatas.
Sebab, menurutnya, usia anak tingkat SD dan PAUD membutuhkan PTM terbatas dibandingkan PJJ.
"Jadi ini mencemaskan buat kami, seberapa kama anak-anak ini melakukan PJJ yang jauh dari efektivitas sekolah tatap muka," kata Nadiem.