ERA.id - Para penggugat AD/ART Partai Demokrat (PD) melalui PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung menggelar konferensi pers yang intinya memberikan informasi tentang adanya intimidasi dan iming-iming jabatan serta penyuapan yang dilakukan oleh kubu PD versi Cikeas.
Muhammad Isnaini Widodo, Ketua DPC Ngawi mengaku, pernah didatangi seseorang berinisial 'O', pengurus DPP PD versi Cikeas dengan iming-iming mengembalikan jabatannya sebagai Ketua DPC dan tawaran uang senilai Rp5 miliar dengan syarat Isnaini bersedia mencabut gugatan di MA.
Namun, iming-iming jabatan dan suapan uang tersebut ditolak lantaran bertentangan dengan nuraninya yang berkeinginan mengembalikan marwah PD yang Terbuka, Demokratis dan Modern.
Menurut Isnaini, petualangan PD kubu Cikeas untuk mendatangi para penggugat Judicial Review (JR) di MA maupun penggugat di PTUN Jakarta gencar dilakukan. Mulai dengan mendatangi kediaman para penggugat sampai mengajak bertemu di sebuah hotel mewah di Jalan Brawijaya Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Bujukan untuk mencabut perkara di MA juga dialami oleh penggugat lainnya yakni Ayu Palaretins, Ketua DPC Tegal, yang disantronin kediamannya oleh seseorang berinisial "S", yang mengaku orang dekat SBY dan meminta agar Ayu mencabut gugatan.
Kembali iming-iming jabatan dan uang menjadi senjata utama untuk merayu Ayu. Namun ajakan untuk berkhianat ditolak mentah-mentah.
Berbeda dengan penggugat Nur Rahmat Juli Purwanto, Ketua DPC Bantul, yang tidak tahan menepis rayuan dan tergiur menerima tawaran tersebut. Menurut Isnaini, sejak kedatangannya ke Jakarta, Nur Rahmat sulit ditemui bahkan komunikasi WA dan telepon tidak direspons setelah bertemu dengan pengurus DPP PD versi Cikeas yang diyakini kembali memberikan iming-iming dan sejumlah uang kepadanya.
Diperoleh informasi bahwa Nur Rahmat akan mencabut gugatannya di MA pada Senin (4/10). Tindakan Nur Rahmat tersebut menyusul pencabutan perkara oleh Yosep Benediktus Badeoda, sebagai salah satu penggugat pada perkara Noor 154/G/2021/PTUN.JKT.
Namun mundurnya dua orang ini sebagai penggugat di PTUN dan MA sama sekali tidak mengurangi nilai perjuangan kader lainnya di Mahkamah Agung maupun PTUN yang tetap akan melanjutkan perjuangannya.
"Kami tidak akan mundur selangkah pun dalam memperjuangkan hak-hak kader (PD,red) seluruh Indonesia yang diamputasi oleh Cikeas. Karena kami yakin, saat ini semua pimpinan DPC sepaham dengan kami namun masih belum berani tampil karena masih menjabat di legislatif maupun eksekutif," tegas Ajrin Duwila, mantan Ketua DPC Kepulauan Sula, Maluku Utara yang juga tercatat sebagai penggugat di PTUN Jakarta.
Sebagai sesama kader yang pernah berjuang membesarkan Partai Demokrat, lemahnya mental kedua kader ini sangat disayangkan apalagi hanya dengan iming-iming jabatan dan uang.
"Tidak semua kader memiliki semangat juang yang tinggi," timpal Hasyim Husein, penggugat di PTUN Jakarta.
Intimidasi dan iming-iming yang sama juga dialami oleh penggugat lainnya, yakni Binsar Sinaga, Ketua DPC Samosir yang dikabarkan, Sabtu (2/10) kemaren bertemu dengan utusan AHY lainnya di Jakarta. Akibatnya, Binsar tidak bisa mengikuti acara konferensi pers bersama dengan penggugat lainnya. Bahkan Whatsapp dan telepon pun tidak direspons olehnya.
Ternyata Binsar Sinaga tengah dirayu di Hotel Darmawangsa, kebayoran Baru, oleh "S" dan "M" untuk ikut mencabut gugatan di MA bersama-sama dengan Nur Rahmat. Rayuan dan intimidasi tidak termakan oleh Binsar yang mengatakan tidak akan pernah mau mencabut gugatan di MA karena diyakini apa yang dilakukan benar.
"Sebagai putra tentara saya tidak diajarkan oleh ayah saya untuk menjadi pengkhianat. Kalau kalian merasa benar dengan apa yang kalian lakukan pada AD/ART 2020 itu, silakan beradu dengan kuasa hukum kami Yusril Ihza Mahendra di MA," tegas Binsar.
Cara-cara yang dipertontonkan oleh PD kubu AHY disebut sangat tidak terpuji dan jauh bertolak belakang dengan ungkapan-ungkapan SBY yang senantiasa menggaungkan jiwa ksatria bagi kader Demokrat.