Polisi 'Smackdown' Mahasiswa di Tangerang, LBH Jakarta: Hanya Minta Maaf Tidak Cukup!

| 14 Oct 2021 16:10
Polisi 'Smackdown' Mahasiswa di Tangerang, LBH Jakarta: Hanya Minta Maaf Tidak Cukup!
Tangkapan layar dari video pembantingan polisi kepada mahasiswa saat demo di Puspemkab Tangerang.

ERA.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai reformasi di tubuh Polri pasca Orde Baru terbukti gagal. Sebab, hingga saat ini aksi-aksi kekerasan terhadap masyarakat sipil yang dilakukan oleh Korps Bhayangkara masih kerap terjadi.

Hal ini menanggapi aksi brutal salah seorang oknum polisi yang kedapatan membanting tubuh seorang demonstran saat aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Tangerang, kemarin (13/10/2021).

"Ini mengesankan tansisi demokrasi sejak 1998 masih mengintegrasikan cara-cara primitif seperti kekerasan dan penyiksaan sebagai pendekatan keamanan yang digunakan pada rezim orde baru, sehingga Reformasi ditubuh Kepolisian gagal total," tegas Pengacara Publik LBH Jakarta Teo Reffelsen saat dihubungi, Kamis (14/10/2021).

Teo mengatakan, rangkaian kebrutalan polisi terhadap masyarakat sipil yang terpantau sepanjang 2019-2021 dalam mengamankan berbagai aksi demonstrasi jelas menunjukan Polri makin sering melakukan pelanggaran HAM.

Lebih lanjut, terkait dengan permintaan maaf dari oknum polisi maupun Polri setelah insiden 'membanting demonstran', menurut Teo tidak cukup untuk dijadikan alasan menghapuskan tindakan brutal polisi. Dia meminta agar institusi kepolisian harus bertanggungjawab atas pemulihan korban baik fisik maupun psikis.

Selain itu, untuk menhindari impunitas pelaku harus bertanggungjawab secara pidana, etik dan disiplin.

"Jika tidak kebrutalan polisi semacam ini akan terus berulang," kata Teo.

Untuk diketahui, aksi kekerasan polisi yang membanting demonstran itu viral di media sosial. Hal itu terjadi saat polisi membubarkan demonstrasi Himpunan Mahasiswa Tangerang (Himata) di depan kantor Bupati Tangerang pada Rabu siang kemarin.

Kapolres Kota Tangerang Kombes Pol Wahyu Sri Bintoro mengatakan, anggotanya yang melakukan tindakan represif itu berinisial NP yang berpangkat brigadir. NP mengaku menyesali tindakan tersebut.

Rekomendasi