Wacana Revisi UU PPP Demi UU Cipta Kerja, PKS: Nanti Muncul Masalah Baru

| 30 Nov 2021 22:05
Wacana Revisi UU PPP Demi UU Cipta Kerja, PKS: Nanti Muncul Masalah Baru
Bukhori Yusuf (Dok. Instagram)

ERA.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf menilai, wacana revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) hanya akan memunculkan masalah jika hanya satu pasal saja yang diubah. Wacana tersebut muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional.

Revisi UU PPP rencananya akan menambahkan metode 'omnibus law' dalam pembentukan perundang-udangan, agar kedepannya tidak dipermasalahkan lagi.

"Artinya, kalau kita mengubah itu saja, saya kira itu nanti akan muncul masalah baru," kata Bukhori di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/11/2021).

Apalagi, menurut PKS, dalam omnibus law UU Cipta Kerja masih menyisakan banyak masalah dalam proses pembentukannya. Misalnya, tidak adanya partisipasi publik dan sejumlah pasal yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.

"Karena yang bermasalah di omnibus law (UU Cipta Kerja) menurut keyakinan dan pandangan kami tidak hanya pada prosesnya. Tetapi, bahwa selain tidak ada partisipasi, ada berbagai pasal yang dipandang itu bertentangan dengan UUD," paparnya.

Meski begitu, Bukhori mengaku sudah mendengar wacana revisi UU PPP untuk menyelipkan pasal terkait omnibus law dalam proses pembentukan perundang-undangan.

Namun, menurutnya jika revisi UU PPP akan dilakukan maka harus diusulkan kembali untuk masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2022. Selain itu, perlu ada kajian lebih dulu terhadap UU PPP.

"Kalau kemudian proses perbaikan dilakukan ya tentu mengikuti proses pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya, dia harus disepakati dalam Prolegnas, kesepakatan pemerintah dan DPR," ujar Bukhori.

Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Golkar Firman Soebagyo mendorong revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Firman menjelaskan, revisi UU PPP ini untuk menambahkan frasa 'omnibus'law'. Sebab, dalam amar putusan MK, UU Cipta Kerja dinilai inkonstitusional karena tidak mengenal metode omnibus law.

Menurutnya, jika frasa omnibus law tak dimasukan dalam UU PPP maka UU Cipta Kerja maupun produk perundang-undangan lainnya yang menggunakan metode serupa akan terus bermasalah.

"Kita akan merevisi Undang-Undang 12/2011. Di UU PPP itu nanti kita akan normakan frasa 'omnibus law'," kata Firman dalam acara diskusi yang dikutip pada Selasa (30/11/2021).

Firman mengaku, fraksinya akan mendorong revisi UU PPP dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022, bersamaan dengan UU Cipta Kerja.

"Melalui rapat pimpinan Baleg nanti kita akan usulkan dalam mekanisme masuk dalam program legislasi nasional kita akan menyempurnakan UU 12/2011, sehingga nanti setelah prasa omnibus law dimasukkan atau di normakan itu akan menjadi konstitusional," katanya.

Rekomendasi