Muktamar NU di Lampung Ricuh, Kiai Luthfi Bashori: Tampilan Aswaja, Perilaku Preman

| 23 Dec 2021 12:28
Muktamar NU di Lampung Ricuh, Kiai Luthfi Bashori: Tampilan Aswaja, Perilaku Preman
Tokoh NU Kiai Luthfi Bashori yang cukup terkenal di Jawa Timur (Dok. Luthfi Bashori)

ERA.id - Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama yang diadakan di Lampung, ricuh. Hal itu dilihat ERA.id dalam sebuah video yang beredar di media sosial.

Menanggapi itu, tokoh NU Kiai Luthfi Bashori yang cukup terkenal di Jawa Timur, menyindir kericuhan Muktamar NU yang terjadi.

Ia bilang, mereka yang bentrok itu berpenampilan aswaja namun perilakunya seperti preman. Tak cuma itu, ia menulis soal pesoalan itu di Facebook-nya.

"BUAH SEMANGKA ITU

Kulitnya Hijau, Dagingnya Merah.

Bajunya Hijau, Hatinya Merah.

Tampilannya Aswaja, perilakunya Preman.

Kok bisa-bisanya 'bentrok' di arena musyawarah Ulama.

Prihatin & sedih menontonnya."

Menanggapi itu, banyak netizen yang mengomentari status putra dari KH Bashori Alwi tersebut.

"Sy juga sedih kyai knp NU skrg rusak akibat orang" yg berbaju hijau perilakunya preman. Orang" liberal, syiah berkolaborasi dg penguasa telah menguasai NU," tulis Abdul Ghofur.

Untuk diketahui, kericuhan tersebut terjadi saat sidang pleno Pembahasan dan Pengesahan Tata Tertib (Tatib).

Dalam video itu, terlihat sejumlah peserta muktamar berdiri dan saling teriak dengan peserta lain, Rabu (22/12/2021) kemarin, di Gedung Serba Guna (GSG) UIN Lampung.

Awalnya, para panitia muktamar membahas pasal tiga ayat satu dan dua di bab III draf tatib, tentang aturan keabsahan pengurus wilayah, cabang dan cabang istimewa yang memiliki hak suara.

Tak cuma itu, diterangkan pula ihwal keabsahan suara yang diakui secara sah.

Nah, saat pembahasan inilah, ketua sidang dan beberapa pengurus PCNU protes.

Mereka ingin pembahasan pasal dibahas di akhir saja, agar pembahasan pasal lainnya tidak tertunda.

Tapi peserta muktamar lainnya meminta pasal tersebut dibahas di awal sampai akhir.

Perbedaan pandangan ini akhirnya memicu perdebatan hingga kericuhan, karena nyatanya beberapa PWNU terjadi dualisme kepengurusan.

Dan beberapa PCNU belum memiliki SK kepengurusan.

Selanjutnya, pimpinan sidang menetapkan pembentukan komisi arbitrase untuk menentukan pengurus PWNU dan PCNU yang sah.

Rekomendasi