ERA.id - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mempertanyakan kapasitas Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan terkait klaim big data mayoritas masyarakat menginginkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditunda.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pernyataan Luhut berbeda dengan pernyataan Menteri Koordinasi bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dia mengatakan, seharusnya semua pembantu Presiden Joko Widodo tak memiliki pendapat berbeda dengan sang presiden menyangkut isu Pemilu 2024.
"Menurut saya, Pak Luhut harus melakukan klarifikasi, beliau berbicara dalam kapasitas apa? Karena kalau berbicara politik, hukum, dan kemananan itu kan ranah menko polhukam. Kalau berbicara politik demokrasi, tatanan pemerintah, itu mendagri," kata Hasto melalui keterangan tertulisnya, Senin (14/3/2022).
Hasto menuntut agar Luhut mempertanggungjawabkan pertanyaannya secara akademis agar tidak membelah opini masyarakat. Dia juga mengingatkan supaya setiap menteri memahami tugasnya masing-masing.
"Beliau harus mempertanggungjawabkan pernyataan itu secara akademis agar ini tidak membelah. Karena menjadi seorang pembantu presiden itu harus fokus pada tugasnya, sesuai mandat yang diberikan," kata Hasto.
"Beliau mandatnya apa dalam menyampaikan hal itu dan ini berbeda dengan pernyataan menkopolhukam," lanjutnya.
Hasto mengatakan Luhut sebaiknya melakukan refleksi, agar setiap pemimpin bertanggungjawab pada kata-kata yang disampaikan. Seharusnya politik kekuasaan itu berpihak pada rakyat dan bukan sekelompok elite, kepentingan ekonomi, dan kepentingan politik.
Dia juga menyinggung sikap Presiden Jokowi yang sudah berulang kali menyampaikan dengan tegas bahwa Pemilu 2024 diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Sehingga, tidak boleh ada pendapat menteri yang berbeda dengan sikap presiden.
"Maka tidak boleh ada menteri yang punya pendapat yang berbeda. Presiden sudah berulang kali mengatakan sikapnya secara tegas dan pemerintah sudah sepakat pemilu tanggal 14 Februari 2024. Lalu kenapa ada pembantu presiden yang membuat wacana yang tidak menyehatkan di dalam situasi politik nasional?" kata Hasto.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan big data seharusnya dipakai untuk persoalan yang mendesak. Yakni persoalan kerakyatan terkait, misalnya, minyak goreng langka dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Atas dasar hal itu Hasto mengajak agar semua berdisiplin dalam berbicara dan bergerak tunggal, yakni membantu rakyat, dan hal itulah jalan legacy bagi kepemimpinan Pak Jokowi yang terus bekerja keras bagi negeri.
"Tugas PDI Perjuangan sebagai parpol pengusung pemerintah adalah membangun energi bersama untuk segera bangkit menjadi pemimpin di kawasan Asia dan dunia ini dalam mengatasi pandemi. Pak Jokowi sudah menunjukkan banyak prestasi dan juga direction yang sangat tepat untuk dilakukan oleh seluruh jajaran kabinetnya," ucapnya.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim berdasarkan big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024. Dia juga mengklaim mereka yang mendukung merupakan pemilih dari Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PDIP sementara ketiga partai tersebut tegas menolak wacana penundaan pemilu.
Selain big data, Luhut juga menyinggung besaran anggaran pemilu senilai Rp110 miliar. Menurutnya, banyak rakyat yang tak mau jika uang tersebut dipakai untuk menyelenggarakan pemilu serentak.
"Nah, itu yang rakyat ngomong. Nah, ini kan ceruk ini atau orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, ada yang di PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar," kata Luhut, Jumat (11/3).