Melihat Tradisi 'Penutupan' Jelang Ramadan dari Kacamata Agama

| 06 May 2019 20:23
Melihat Tradisi 'Penutupan' Jelang Ramadan dari Kacamata Agama
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Saya ingat betul percakapan dengan seorang videografer di kantor ini pada Jumat malam (3/5) kemarin. Sebuah percakapan yang identik dari pekan ke pekan, yakni ajakan untuk "minum". Bedanya, kali ini ia menyisipkan kata "penutupan" di dalam ajakannya. Penutupan sebelum Ramadan, katanya.

Percakapan itu kemudian jadi semacam eureka momen bagi saya, untuk membuat sebuah tulisan soal tradisi "penutupan" di kalangan muda-mudi, serta bagaimana agama Islam melihat ini. Satu hari setelahnya, tepat di penghujung pekan terakhir sebelum memasuki Ramadan, seorang kawan lain menyampaikan ajakan yang kurang lebih sama.

Sore itu, lewat sambungan telepon ia mengajak saya untuk bergabung dengannya, pergi ke sebuah bar di kawasan Gunawarman, Jakarta Selatan. Sama seperti ajakan sebelumnya, kawan yang satu ini juga menyebut kata "penutupan" di ujung teleponnya.

Tradisi penutupan ini enggak cuma berlaku di kalangan saudara sebangsa yang doyan "minum" atau "party". Dalam banyak konteks, muda-mudi kerap menggunakan kata penutupan di dalam agenda pergaulannya.

Seorang teman Instagram misalnya, yang mengunggah momen makan siang di sebuah restoran all u can eat dan menyebutnya sebagai "penutupan". Atau untuk berbagai hal lain yang mungkin juga kamu temui atau bahkan kamu lakukan dalam beberapa hari belakangan.

Tapi, mari kita fokuskan fenomena ini di dalam konteks dunia malam, bagaimana agama Islam melihat tradisi "penutupan" di kalangan anak-anak muda ini. Sore tadi, kami menghubungi habib muda, Husein Ja'far Hadar. Habib Husein mengungkap sebuah pandangan menarik soal Ramadan dan bagaimana umat Islam memaknai keistimewaannya, keistimewaan yang sejatinya barangkali juga disadari oleh muda-mudi penganut tradisi "penutupan" itu.

Di bulan Ramadan, umat Islam secara sadar akan menjalani hari-harinya dengan penuh nilai religius. Mereka sadar betul, Ramadan adalah bulan istimewa dan dipenuhi berkah, yang harus mereka manfaatkan untuk mendulang nilai ibadah sebanyak mungkin. Maka, siang dan malam umat Islam di bulan Ramadan memang seharusnya menjadi siang dan malam yang diisi dengan kegiatan penuh berkah.

"Memasuki bulan Ramadan, kehidupan umat Islam menjadi berubah drastis ... Setiap orang ketika memasuki bulan Ramadan menyadari bahwa, karena ini adalah bulan suci, maka semua kegiatannya disadari sebagai sebuah ibadah," tutur Habib Husein dalam sambungan telepon, Senin (5/5/2019).

Sungguh, ini adalah hal yang amat baik untuk diresapi. Sebagaimana yang diungkap Habib Husein di dalam channel YouTube Jeda Nulis. Dalam video berjudul: Muslim Normal, Muslim Ramadhan itu, Habib Husein menjelaskan keistimewaan bulan Ramadan. Mengutip sebuah hadis, Habib Husein berkata, "Oleh karena itu, dalam salah satu hadisnya, Rasul berkata, 'Jika kita umat Islam memahami apa yang terkandung di dalam bulan Ramadan, maka mereka menginginkan semua bulan di luar bulan Ramadan adalah sebagaimana bulan Ramadan.'"

Pola pikir terbalik soal Ramadan

Fenomena "penutupan" ini sejatinya juga menunjukkan bahwa ada pola pikir terbalik di tengah masyarakat muslim hari ini, bahwa masih ada masyarakat yang menjadikan bulan Ramadan sebagai hari di mana segala kehidupan yang mereka lakukan adalah pola kehidupan di luar kenormalan. Padahal, dalam perspektif Islam justru sebaliknya, bahwa kehidupan normal adalah kehidupan yang dijalani selama bulan Ramadan.

"Banyak yang mengira bahwa kehidupan ketika memasuki Ramadan itu kehidupan jadi tidak normal. Padahal, dalam perspektif Islam itu, kehidupan normal adalah kehidupan di bulan Ramadan, ketika kita mengisi siang dan malam kita dengan ibadah yang sungguh-sungguh, bahwa semua kegiatan kita disadari bernilai pahala."

"Sehingga salah total sebagian orang mengatakan, ketika keluar bulan Ramadan mereka kemudian berkata, 'Alhamdulillah kehidupan kita kembali normal.' Ketika kita masuk setelah Idul Fitri ke kantor, kemudian orang-orang di kantor mengatakan, 'Wah, Alhamdulillah kehidupan kembali normal.'"

Dengan kata lain, Ramadan di bulan Mei ini harusnya jadi pintu masuk setiap umat Islam untuk menjalani kehidupan yang lebih religius di bulan-bulan lain ke depan. "Rasul mengajarkan kepada kita kemudian menjadikan kesadaran kita di bulan-bulan di luar Ramadan sebagaimana kesadaran kita di bulan Ramadan. Kita menjalani semua kehidupan kita dengan kesadaran bahwa ini adalah ibadah."

"Nah, menjadi ironi orang kemudian jika ada orang yang melakukan hal-hal semacam itu (tradisi penutupan). Karena itu bukan hanya bertentangan dengan nilai-nilai Ramadan, tapi juga nilai-nilai mendasar dalam ajaran Islam."

Maka, jika akhir pekan kemarin sudah kamu habiskan untuk menjalani tradisi penutupan itu, kira-kira akan ada tradisi 'pembukaan' enggak tuh di bulan-bulan selepas Ramadan?

Tags : eramadan
Rekomendasi