Barangkali benar, yang Prabowo dan Sandi lakukan sudah lebih dari mengucap selamat. Keduanya, bahkan membuat sidang MK terasa mudah untuk KPU maupun Jokowi-Ma'ruf. Lagipula, pada akhirnya Sandi kan mengucapkan selamat lewat Instagram.
Ditemui para wartawan di Jakarta Convention Center (JCC), Sandi mengatakan, apa yang ia dan Prabowo lakukan sudah lebih dari sebuah ucapan selamat. Cipika-cipiki dan melempar narasi-narasi baik di atas panggung debat, menurut Sandi sudah lebih dari cukup.
Atau saat menghadirkan saksi dan bukti --pada akhirnya gagal membuktikan dalil kecurangan yang mereka tuduhkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU)-- di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) barangkali juga jadi tambahan, yang Prabowo-Sandi lakukan untuk Jokowi-Ma'ruf sudah lebih dari cukup.
"Kami sudah menghormati putusan MK kemarin. Dan ini sudah tingkatan yang paling tinggi, bahwa kita menghormati prosesnya dan selamat-selamat itu kan kayak budaya barat, ya. Di dalam kontestasi kita, setiap kali ketemu, kita cipika-cipiki. Selama debat kemarin, kita selalu mengucapkan kata-kata yang baik, jadi enggak ada masalah," kata Sandi, Minggu (30/6).
Jelas, Prabowo-Sandi punya kesempatan memenangi sidang sengketa pilpres, andai bukti kuantitatif berupa tumpukan C1, tidak mereka tarik dari persidangan. Keputusan tim kuasa hukum 02 menarik bukti paling relevan untuk membuktikan kecurangan KPU memenangkan Jokowi-Ma'ruf jelas adalah bentuk kelegawaan kubu Prabowo-Sandi.
Barang bukti dari tim hukum pasangan 02 (Anto/era.id)
Ya, sidang pun akhirnya berjalan tanpa bukti kuantitatif yang kuat. Kubu 02 justru mengajukan saksi-saksi kualitatif yang menurut mereka bisa membuktikan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Hasilnya, seperti yang telah diprediksi banyak pakar, bahwa tanpa bukti kuantitatif yang cukup --terutama C1, gugatan Prabowo-Sandi enggak akan dimenangkan di MK. Pengamat hukum tata negara dan politik, Tohadi, bahkan pernah mengatakan, kubu 02 membutuhkan 56.524 formulir C1 sebagai bukti jika ingin memenangkan gugatan. Jumlah C1 itu amat penting untuk membalikkan selisih 16.957.123 suara antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi.
"Jika tidak mampu (mengajukan jumlah C1), maka secara kuantitatif, dipastikan Mahkamah tidak akan membalik keadaan, siapa pemenang pilpres yang telah ditetapkan KPU," tuturnya ditulis Antara.
Saat itu, hakim memang sempat menolak bukti-bukti kuantitatif yang diajukan tim kuasa hukum 02. Alasannya, hakim menilai penyusunan bukti dilakukan tak sesuai dengan kelayakan dan kelaziman hukum acara. Meski begitu, hakim saat itu memberi kesempatan pada tim kuasa hukum 02 untuk memperbaiki dan mengajukan kembali alat buktinya. Namun, pada akhirnya, kubu 02 sendiri yang membatalkan pengajuan bukti tersebut.
"Barang (bukti) sekarang ini memang C1, pak Ketua. Dan saya akan cabut saja ini, akan kita ambil," kata Ketua Tim Hukum 02, Bambang Widjojanto di dalam persidangan kala itu.
Tim kuasa hukum 02 menyimak keterangan seorang saksi dalam sidang MK (Irfan/era.id)
Budaya barat
Terkait alasan Sandi yang bilang kalau ucapan selamat adalah budaya barat, hal ini barangkali ada benarnya juga. Dalam budaya barat, dikenal sebuah tradisi yang disebut concession speech atau pidato menerima kekalahan. Menurut sejumlah literasi, concession speech adalah tradisi politik yang berlaku di Amerika Serikat dan sejumlah negara barat lain.
Concession speech biasanya dilakukan oleh seorang kandidat yang kalah dalam sebuah kontestasi politik. Selain mengakui kekalahan, biasanya dalam concession speech, para kandidat juga menenangkan dan mengajak para pendukungnya untuk mau bekerjasama --dengan pemerintahan terpilih-- demi kemajuan negara.
Di Indonesia, concession speech pertama kali dilakukan oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), ketika putra mahkota Partai Demokrat itu kalah dalam putaran pertama Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017. Setelahnya, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) juga melakukan hal serupa ketika ia dan pasangannya, Djarot Saiful Hidayat kalah dari pasangan Sandi dan Anies Baswedan di putaran kedua.
Inkonsistensi
Selang beberapa jam setelah pernyataannya ramai dibicarakan, Sandi kemudian melontarkan ucapan selamatnya lewat Instagram. MK (Mahkamah Konstitusi) telah menyatakan paslon 01 sebagai pemenang Pilpres 2019. Dengan demikian, Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan memimpin 5 tahun mendatang. Hari ini kita akan menyaksikan penetapan presiden-wapres terpilih oleh KPU ... Untuk itu, saya mengucapkan selamat bekerja, selamat menjalankan amanat rakyat, selamat berjuang untuk terus mencapai cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tulis Sandi, Minggu (30/6).
Terkait inkonsistensi Sandi, pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago melihat dua makna di baliknya. Pertama, Sandi enggak ingin menyakiti pendukung setianya. Mengucap selamat kepada Jokowi-Ma'ruf sama dengan mengkhianati loyalitas para pendukungnya. Namun, menurut Pangi, Sandi boleh jadi berpikir kemudian, bahwa bagaimanapun, ia masih memiliki langkah panjang hingga Pemilu 2024. Maka, citra sebagai politikus yang ksatria mau tak mau harus ia bangun sejak kini.
"Ia tak mau dianggap sebagai orang yang tidak mengakui lawan politiknya menang berdasarkan jejak digital di 2019. Makanya, ia posting ucapan selamat. Mungkin beliau teringat di 2024, kalau dirinya mengucapkan selamat berkat akun instagramnya, dia menunjukkan sikap negarawan," tutur Pangi kepada era.id, Senin (1/7/2019).
Masyarakat barangkali perlu sabar. Untuk apa mendesak orang lain mengucapkan selamat atas kemenangan orang lain. Wong, Jokowi-Ma'ruf sendiri saja enggak pernah minta diucapin selamat, kok. Yang pernah disinggung Jokowi paling-paling adalah rekonsiliasi antara dirinya dan Prabowo. Lagipula, jika berkaca pada sejarah --mengingat ini adalah kali kedua Prabowo maju sebagai calon presiden dan kali kedua ia berhadapan dengan Jokowi sebagai lawan, Prabowo pada akhirnya pasti ucapkan selamat kok pada Jokowi.
Di Pemilu 2014, ketika Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK), masyarakat juga sempat repot koar-koar mendesak Prabowo mengucapkan selamat. Saat itu, Prabowo ataupun Jokowi santai saja, hingga keduanya akhirnya bertemu di H-3 pelantikan Jokowi pada 30 Oktober 2014. Dalam pertemuan itu, ucapan yang ditunggu-tunggu pun dilontarkan Prabowo.
Jadi, tenang saja ya netizen. Semua akan indah pada waktunya.