'Pertunjukan Kejantanan' dan Ogahnya Beberapa Pria Memakai Masker

| 07 Jul 2020 15:45
'Pertunjukan Kejantanan' dan Ogahnya Beberapa Pria Memakai Masker
Ilustrasi ideologi maskulin (Flickr)
Jakarta, era.id - Memakai masker, bagi sebagian orang, tidak sesimpel mengaitkan earloop ke daun telinga dan menutupkan kain ke hidung dan mulut mereka. Ada juga yang merasa kejantanan mereka dilecehkan.

Di tengah situasi pandemi korona ini, saran otoritas kesehatan sudah jelas, yaitu 3M: masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Dan publik di Indonesia umumnya sudah menjalaninya. Menurut paparan LaporCovid-19 per Minggu (5/7/2020), warga di DKI Jakarta saja sudah cukup teratur menggunakan alat perlindungan diri. Face shield menjadi aksesoris yang makin populer. Hand sanitizer menjadi barang yang wajib tersedia di rumah maupun di kantor.

Namun, seperti ditulis dalam situs Scientific American, memakai masker masih menimbulkan risih di benak beberapa orang. Bahkan, ada orang-orang yang tak sudi memakai masker di tengah keramaian.

Di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump dikenal sangat tidak suka dipotret ketika memakai masker. Sikapnya menjadi bulan-bulanan warga AS lantaran masker dianggap sangat penting di tengah meningkatnya kasus positif COVID-19 di AS. Sementara itu, kita pernah melihat video yang beredar di media sosial mengenai sejumlah orang di Indonesia yang mati-matian menolak uluran masker dari orang lain.

 

Seperti disebut dalam tulisannya, hal ini mengingatkan Emily Willingham pada situasi awal merebaknya wabah HIV di dekade 1960an. Saat penyakit yang menyerang imunitas tubuh ini mewabah di Amerika, salah satu kampanye dari otoritas kesehatan setempat adalah mewajibkan penggunaan kondom.

Suatu kalangan masyarakat AS - umumnya laki-laki, berkulit putih, dan berbadan kekar - mentah-mentah menolak kebijakan tersebut. Peneliti lantas menemukan bahwa "ideologi kejantanan" mendalangi sikap non-kooperatif tersebut.

Dalam sebuah studi, tiga faktor mengemuka sebagai elemen inti ideologi kejantanan, yaitu status, kebandelan, dan anti-feminitas. Sekarang, konsep ini telah memperbarui konsepnya. Asosiasi Psikologi Amerika (APA), dalam laporan Scientific American yang sama, menyebutkan ciri ideologi ini adalah pada standar nilai "adrenalin, resiko, dan kekerasan."

Tentu saja, memilih untuk tidak memakai masker di kala ancaman pandemi korona merupakan suatu resiko sekaligus adrenalin.

Tampilan visual maskulinitas ala film Hollywood kerap jadi acuan. Arnold Schwarzenegger kerap menjadi ikon "contoh kejantanan ala dunia Barat." Karakter macam ini, meski di film memakai pelindung diri dan kostum baja nan tebal, tak akan pernah memakai alat pelindung yang cuma secuil. Semata-mata karena "virus rasanya akan ketakutan" dengan tampang gahar semacam itu.

 

Klip dari film Terminator 2 (Youtube)

Emily Willingham dengan akurat mengajukan rasa penasarannya soal kenapa ada orang yang mati-matian menolak anjuran memakai masker. Ia beranggapan bahwa bagi 'maskulinitas otot' "tampil di muka umum tanpa masker mensinyalkan sesuatu, bahwa wajah mereka adalah sebuah pertunjukan. Namun, siapakah penontonnya?"

Saat ini, otoritas kesehatan terus mencari cara untuk menghindari resistensi semacam ini. Figur publik mulai memakai masker saat tampil di depan kamera TV. Arnold Schwarzenegger, si Terminator, pun tak ketinggalan dalam mencoba meyakinkan para lelaki pemuja hipermaskulinitas penolak masker. Ia akan berkata, "Ini bukan soal terlihat lemah... Lakukan saja, lah."

Tags : covid-19
Rekomendasi