Aku Berlindung dari Rayuan Maut Iklan Pinjol

| 21 Sep 2023 20:15
Aku Berlindung dari Rayuan Maut Iklan Pinjol
Ilustrasi. (ERA/Luthfia Arifah Ziyad)

ERA.id - Ada seratusan pinjaman online (pinjol) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara yang ilegal lebih banyak lagi. Masyarakat diwanti bolak-balik agar tidak berurusan dengan pinjol ilegal, tetapi kenyataannya yang legal pun kerap meresahkan. Terbaru, AdaKami jadi sorotan karena ada laporan nasabahnya bunuh diri setelah diteror debt collector.

Mengapa dengan segala risiko dan sederet kisah nestapa para korban, bisnis pinjol masih banyak diminati? Menurut catatan OJK, pada April 2023 pengguna pinjol aktif di Indonesia mencapai 17 juta orang, dengan total utang berjalan sebesar Rp50,5 triliun. Tentu saja itu jumlah yang fantastis. Dan kita mungkin salah satu di antara 17 juta nasabah tersebut.

Belakangan, saya baru sadar kalau selama ini kita selalu terpapar iklan pinjol di layar ponsel. Bahkan, boleh dibilang satu-satunya yang menyaingi masifnya iklan pinjol hanya iklan judi online. Coba saja hitung berapa kali dalam sehari iklan pinjol menyapa kita? Saking banyaknya sampai kita berhenti menghitung–apalagi jika kita aktif membuka Youtube atau main gim online gratisan.

Saya sendiri sedang menggandrungi gim Harvest Town untuk menemani perjalanan di kereta tiap pulang-pergi ngantor. Dan AdaKami jadi salah satu pinjol yang getol mengiklankan diri lewat video setengah menit saban saya main gim. Dalam sekali main saja (kurang lebih setengah jam), saya dipaksa menonton iklan AdaKami sedikitnya tujuh kali. Rasanya seperti indoktrinasi lewat film G30S PKI.

Ternyata banyak yang senasib dengan saya. Di media sosial saya sering membaca akun-akun yang curhat ponselnya penuh iklan pinjol. Beberapa di antaranya teman saya sendiri. Mereka mengeluhkan konten iklan pinjol yang selalu misleading dan cenderung jadi jebakan bagi orang yang kurang melek finansial.

Saya setuju kalau iklan pinjol dibilang menyesatkan–dan di atas semuanya, dikemas dengan jelek dan awur-awuran. Mengapa? Berikut ini bakal saya paparkan hasil observasi saya terhadap iklan pinjol yang lalu-lalang di ponsel sepanjang main gim online sebulan terakhir. 

Kata kunci iklan pinjol berkisar pada kemudahan transaksi (persyaratan sedikit dan pencairan dana cepat); limit pinjaman tinggi (hingga puluhan juta rupiah); tenor panjang; bunga rendah (di bawah 1%); dan keamanan transaksi (terdaftar dan diawasi OJK). Dan dalam durasi 30 detik, semua poin tadi dilibas tanpa diskon sama sekali.

Walhasil, rata-rata iklan pinjol miskin kreativitas dan terkesan asal jadi, semuanya template, entah itu AdaKami, EasyCash, AdaPundi, atau apa pun. Skripnya tak jauh-jauh dari cerita komplain nasabah ke customer service; curhat butuh dana darurat; monolog sales pinjol; hingga ada orang tiba-tiba disuruh download aplikasi pinjol.

Skenario terakhir itu yang paling absurd. Formulanya kira-kira begini sebagai gambaran: 

  • Tokoh A sedang berkegiatan apa pun;
  • sales pinjol datang;
  • sales menyuruh Tokoh A mengunduh aplikasi pinjol dan mengecek limit pinjaman;
  • Tokoh A takjub dan segera mencairkan dana.

Dalam salah satu iklan, saya menonton mbak-mbak sedang duduk-duduk bermain hp. Tiba-tiba seseorang datang dan bertanya: Udah pakai nomor hp-nya berapa lama? Dijawab dua tahun. Orang tak dikenal tadi lalu menyelamatinya, “Selamat, Mbak dapat limit pinjaman 20 juta!” 

Mbak-mbak itu lalu mengecek hpnya. “Wah iya, aku dapat 20 juta!”

Orang satunya lalu mengajak penonton mengunduh aplikasi pinjol lewat link di video, sambil menjelaskan bunga rendah tak sampai 1% dan tenor panjang hingga 12 bulan. Selesai.

Dalam durasi 30 detik, penonton dicekoki narasi pinjol sebagai solusi dari segala masalah finansial. Mau bayar kuliah tanpa mengurangi uang jajan? Pakai pinjol. Mau beli tiket konser? Pakai pinjol. Mau bayar utang ke teman? Pakai pinjol. Apa pun masalahnya, pinjol jalan keluarnya.

Iklan pinjol selalu menyasar celah dalam proses pinjaman perbankan yang berbelit. Mereka bilang hanya butuh KTP dan nomor telepon untuk mengajukan pinjaman pinjol. Ditambah lagi, dalam banyak iklan pinjol, limit pinjaman bukan ditentukan dari penghasilan bulanan, melainkan berapa lama seseorang memakai nomor hpnya. Alasan yang sama sekali tak masuk akal.

Dari situ wajar kalau saya menyimpulkan iklan pinjol kebanyakan menyesatkan. Mereka dengan sengaja menjerumuskan orang-orang yang tidak teruji kemampuan melunasi utangnya untuk berutang secara ugal-ugalan. 

Iklan pinjol membentuk ilusi di kepala penggunanya seolah-olah limit besar yang mereka dapat adalah uang mereka sendiri. Mereka juga kerap disalahkan setelah terjerat pinjol karena kurang cermat membaca risiko di baliknya. Sebagian orang akan mengejek mereka dan berkata, “Salah sendiri, jangan pinjam kalau gak mampu bayar.”

Bagi orang yang melek keuangan tentu tak bakal sembarangan tergiur dengan akses mudah yang ditawarkan pinjol. Namun, masalahnya, berapa banyak sih masyarakat kita yang literasi keuangannya bagus?

Bayangkan ada korban PHK lagi mumet mikirin belanja popok dan susu, lalu nonton siaran ulang adu gagasan calon presiden di Youtube, tiba-tiba dijejali dengan iklan pinjol yang berbunyi: Wah aku dapet 20 juta; wah aku dapet 30 juta; wah gampang banget cara pakainya; wah bunga bulanannya sedikit banget! Apa tidak terpancing?

Alih-alih mengedukasi, iklan pinjol justru tampak menyasar golongan rentan yang tak tahu bahaya dan risiko pinjol agar terjerat layanan mereka. Orang-orang dibuai dengan kemudahan mendapat uang instan, tanpa dibekali pengetahuan bagaimana semestinya kita berutang agar mampu membayarnya.

Rekomendasi