Tipu-Tipu Rumah Sakit "Nakal" Korek Cuan dari Klaim Fiktif BPJS Kesehatan

| 31 Jul 2024 20:25
Tipu-Tipu Rumah Sakit
Ilustrasi. (Era.id/Luthfia Arifah Ziyad)

ERA.id - Masyarakat Indonesia boleh bersyukur punya asuransi kesehatan terjangkau seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sampai Juni 2024, sudah ada 273,5 juta peserta terdaftar. Dan sepanjang tahun lalu, BPJS Kesehatan sudah membayarkan Rp158,85 triliun jaminan kesehatan.

"Tahun ini, kami anggarkan di rencana kerja anggaran tahunan yang disetujui Kementerian Keuangan Rp176 triliun. Yang menarik, biasanya defisit, sejak tahun 2021 sampai sekarang ini, positif," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Jumat (1/3/2024).

Namun, ternyata tidak semua klaim BPJS tepat sasaran. Pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan adanya fraud alias tipu-tipu dari pihak rumah sakit yang merugikan negara hingga Rp35 miliar. Sementara ini, ada tiga rumah sakit yang diduga melakukan fraud klaim BPJS.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi "Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN" di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).

"Kita akan sampaikan bahwa ada tiga yang kita dapat itu dari audit atas klaim BPJS dibawa ke tim ini dan kita bilang bahwa ini serius fraudnya,” kata Pahala.

Ia menyebut tim gabungan KPK sudah bergerak ke sejumlah rumah sakit untuk mengaudit klaim BPJS. Hasilnya, dua rumah sakit di Sumatera Utara (Sumut) dan satu rumah sakit di Jawa Tengah (Jateng) terindikasi melakukan fraud. 

Dalam temuannya, KPK menduga ada dua modus fraud yang dijalankan. Pertama, mark-up nilai klaim dengan diagnosa medis yang tidak sesuai dan dilebih-lebihkan oleh pihak rumah sakit. Kedua, phantom billing atau klaim palsu atas layanan yang tidak pernah diberikan.

"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus, tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis. Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi, tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis. Jadi kita bilang 3.269 ini sebenarnya fiktif,” ujar Pahala.

"Tiga (rumah sakit) ini melakukan phantom billing, artinya mereka merekayasa semua dokumen, yang satu ada di Jateng sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumut, itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar itu hasil audit atas klaim dari BPJS kesehatan,” lanjutnya.

Selain itu, mereka juga ditemukan menggunakan nama peserta BPJS yang tidak pernah berobat untuk melakukan klaim.

"Yang kedua, enggak ada apa-apa, pasien enggak ada, terapinya enggak ada, tapi dokumennya semua dibikin sedemikian, sehingga seakan-akan dia mengklaim untuk orang yang ada dengan terapi segala macam. Itu yang kita bilang phantom billing itu," ujar Pahala.

Temuan ini pun segera disampaikan ke pimpinan KPK dan mereka memutuskan untuk melakukan penindakan terhadap ketiga rumah sakit. "Nanti urusan siapa yang ambil, apakah kejaksaan yang lidik atau KPK, itu nanti diurus sama pimpinan KPK," ujarnya.

KPK pun memberi waktu enam bulan kepada seluruh rumah sakit yang melakukan fraud agar mengaku dan mengoreksi klaim mereka.

"Kita kasih kesempatan enam bulan ke depan, untuk semua rumah sakit yang klaim, kalau ada melakukan phantom billing dan medical diagnose yang tidak tepat, itu ngaku aja. Silakan koreksi klaimnya," ujar dia.

"Sesudah enam bulan nanti tim bersama melakukan secara masif, audit atas klaim. BPJS Kesehatan dan BPKP se-Indonesia," tambahnya.

Awal mula kasus terungkap dan aktor di balik tipu-tipu klaim BPJS

Sebelum menemukan dugaan fraud di sejumlah rumah sakit tanah air, Pahala menjelaskan pada 2017, tim KPK beserta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan pergi ke Amerika Serikat (AS). Tujuannya untuk belajar cara penanganan fraud pada sistem jaminan kesehatan di sana yang digagas mantan presiden Barack Obama, yaitu Obama Care.

Pahala mengatakan rombongan mereka sempat berdiskusi dengan FBI mengenai penangangan fraud dalam sistem jaminan kesehatan. "Ternyata FBI bilang 3-10 persen klaim itu pasti ada fraudnya. Dan mereka keras, kalau ada fraud dibawa ke pidana," ungkapnya, Rabu (24/7/2024).

Akhirnya, sepulang dari AS, mereka membentuk tim gabungan yang terdiri dari KPK, Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tim ini bertugas untuk menelusuri dugaan kecurangan yang dilakukan pihak rumah sakit. Mereka pun mengambil sampel enam rumah sakit untuk diaudit. Hasilnya, pada 2023, tim menemukan tiga rumah sakit melakukan fraud.

KPK lantas mengungkap bahwa kecurangan ini dilakukan secara kolektif oleh pemilik rumah sakit, pihak manajemen, hingga dokter.

"(Yang melakukan fraud) Biasanya pemilik, pokoknya dirut (direktur utama), pokoknya top management, dan beberapa oknum dokter," ujar Pahala, Kamis (25/7/2024). "Sudah digambar semua, siapa, perannya apa, sudah jelas."

Tindak lanjut rumah sakit-rumah sakit nakal

KPK mengatakan dugaan fraud ketiga rumah sakit masih dalam proses telaah hingga saat ini. Langkah ini dilakukan setelah temuan tim gabungan masuk ke meja pimpinan KPK.

"Sampai dengan saat ini penindakan masih melakukan penelahaan terkait klaim fiktif BPJS tersebut,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan, dikutip Selasa (30/7/2024).

Menurutnya, proses telaah masih dilakukan untuk memastikan apakah kecurangan yang terjadi masuk dalam lingkup penanganan KPK atau tidak, sesuai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

"Yaitu melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan," ujar Tessa.

"Dan/atau menyangkut kerugian negara senilai Rp1 miliar. (Jika unsur itu) Terpenuhi, maka besar kemungkinan akan ditangani KPK," lanjutnya.

Apabila unsur-unsur sebelumnya tidak terpenuhi, Tessa mengungkap pihaknya hanya bisa melakukan koordinasi dengan penegak hukum lain melalui bagian supervisi yang ada di KPK.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga buka suara perihal kasus klaim fiktif BPJS Kesehatan. Ia mengatakan KPK berkoordinasi kementeriannya selaku regulator untuk mengecek laporan tersebut.

"Kita di Kementerian Kesehatan diajak karena kita sebagai regulatornya. Kita melihat apa yang dilaporkan BPJS Kesehatan dan diperiksa oleh KPK itu benar terjadi," ungkapnya kepada awak media di Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2024).

Menkes pun menegaskan pihaknya akan mendisiplinkan rumah sakit yang terbukti nakal dan mewanti-wanti agar tak terjadi kesalahan serupa.

"Jadi tugas kita adalah mendisiplinkan. Banyak kok rumah sakit yang bagus, tapi ada juga beberapa yang nakal, enggak sempurna. Itu yang mesti kita rapikan supaya rumah sakit-rumah sakit yang nakal-nakal ini didisiplinkan," ujarnya.

Rekomendasi