ERA.id - Di Jakarta, tepatnya di wilayah Utara, ada dua sosok masyhur yang dikenal sebagai jagoan dari tanah Sulawesi Selatan. Mereka adalah Abdul Azis alias Daeng Azis dan Jamaluddin atau Daeng Jamal.
Daeng Azis ialah sosok yang pernah melawan Ahok saat Kalijodo akan direvitalisasi. Azis kerap dipanggil "Daeng" (abang), "Karaeng" (penguasa) dan "Puang" (tuan). Semua gelar itu merupakan penghormatan dalam kultur Sulawesi Selatan.
Sepulangnya Azis ke Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kalijodo yang sudah berganti wajah, kini diisi oleh Jamal. Sosok pria berbadan tegap, yang lahir di Jakarta dan dibesarkan di Makassar.
Itulah kedua sosok yang identik dengan sapaan 'preman' yang berasal dari suku Bugis-Makassar. Sebenarnya ada satu nama lagi, namun jarang diketahui, namanya adalah Lagoa.
Lagoa ialah preman yang bermukim di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok. Asalnya juga dari Sulsel. Ia berkuasa di Pelabuhan Priok dari medio 1930-1950-an.
Pria bernama lengkap Labuang De Passore ini, setelah ditelusuri, ternyata bekerja juga sebagai mandor Pelabuhan. Kerasnya kehidupan saat bergelut dalam dunia hitam di sana, membuat Lagoa mesti memilih jalan yang tak lazim bagi sebagian orang.
Dengan modal kecerdikan, silat, dan kesaktian, ia jadi jagoan (dalam bahas sekarang preman) dan berhasil menancapkan taringnya di pelabuhan. Hal itu pula yang kemudian membuat dirinya diikuti banyak orang.
“(Lagoa) Lelaki Bugis yang mempunyai nama besar sebagai orang yang paling disegani, menjadi salah satu penguasa ‘Onderwereld’ (dunia hitam) di Utara Kota Batavia/Jakarta pada tahun 1930 dan 1950-an. Namanya muncul dari sebutan penduduk di antara para jago dan jagoan di Pelabuhan Tanjung Priok, daerah ekonomi yang menjadi tempat ‘gula untuk semut’ sekaligus rendezvous bagi orang-orang yang memiliki nyali besar,” imbuh budayawan yang juga praktisi silat Betawi, GJ Nawi dalam buku Lagoa: Jejak Jago Bugis di Tanah Betawi (2018).
Di Jakarta Utara, Lagoa sendiri memegang prinsip Bugis yakni sebelum 'massompe' atau merantau, mesti mematangkan diri dan mempersiapkan bekal. Setidaknya, itu yang diungkap GJ Nawi.
Seperti apa turunan prinsip itu? Budayawan Bugis Feby Triadi, dilansir dari VOI, bilang kalau perantaui mesti bisa memperluas jaring persahabatan, keakraban, dan kekuasaan.
Sebab memegang nilai perjuangan sebelum merantau, Priok akhirnya digenggam olehnya. Bukan cuma mementingkan diri sendiri, Lagoa dikisahkan orang yang bertanggung jawab dan setia kawan.
Sepeninggal Lagoa, namanya dibadikan jadi nama sebuah kelurahan di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, DKI Jakarta.
Nama itu, menurut cerita rakyat, diambil dari nama Lagoa atau La Gowa, seorang jagoan silat keturunan suku Bugis atau Mandar, yang dahulu pernah tinggal di Koja.
Nama kelurahan ini sebenarnya juga berasal dari bahasa Portugis yang berarti danau atau rawa.