“KPK sangat menyesalkan peristiwa kali ini. Karena hal ini seakan membuktikan sebagian rumor dan informasi yang berkembang di masyarakat selama ini terkait sel mewah koruptor di Lapas Sukamiskin, jual beli kamar, jual beli izin sehingga narapidana dapat keluar masuk lapas dengan mudah serta terkait hak-hak warga binaan di lapas yang disalahgunakan dan menjadi bisnis oknum di lapas,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7/2018).
Sebagai Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein yang mulai menjabat pada Maret 2018 menerima pemberian berupa uang dan dua mobil dalam jabatannya terkait dengan pemberian fasilitas, izin luar biasa, dan lainnya yang tidak seharusnya kepada narapidana. Pemberian mobil itu dilakukan oleh Fahmi Darmawansyah.
“Diduga pemberian dari FD tersebut terkait fasilitas sel atau kamar yang dinikmati oleh FD dan kemudahan baginya untuk dapat keluar masuk tahanan,” ungkap Syarief.
Pemberian itu diduga dibantu dan diperantarai oleh orang dekat keduanya yaitu Andri Rahmat yang merupakan tahanan pendamping dari Fahmi Darmawansyah dan staf Wahid Husein yaitu Hendry Saputra.
Dari kasus ini, kemudian KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu dua unit mobil masing-masing Mitsubishi Trito Exceed warna hitam dan satu unit Pajero Sport Dakkar warna hitam, uang dengan total Rp279.920.000 dan 1.410 dolar AS, catatan penerimaan uang, handphone, dan dokumen terkait pembelian dan pengiriman mobil.
Sebelumnya, dari enam orang yang ditangkap, KPK kemudian menetapkan empat orang sebagai tersangka. Keempat orang tersebut adalah sebagai pihak penerima Kalapas Sukamiskin Wahid Husein dan Hendry Saputra yang merupakan staf Kalapas.
Sementara sebagai pihak pemberi adalah narapidana kasus korupsi dalam kasus suap pengadaan satelit monitoring Bakamla Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat yang merupakan narapidana umum.
Sebagai pihak penerima, Kalapas Sukamiskin dan stafnya diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Fahmi, suami Inneke dan Andi Rahmat yang merupakan pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.