Puas dan Tidak Puas Ditutupnya Kasus Videotron

| 26 Oct 2018 17:33
Puas dan Tidak Puas Ditutupnya Kasus Videotron
Persidangan kasus videotron Jokowi-Ma'ruf. (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Pelapor kasus videotron Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Sahroni merasa puas tidak puas atas penetapan status pelanggaran administratif pemilihan umum. Pada kasus ini, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyatakan terbukti ada pelanggaran administratif pemilu. Namun sayangnya, sampai saat ini Bawaslu belum bisa mengetahui siapa pemasang videotron tersebut.

"Kalau melihat puasnya adalah telah dinyatakan bersalah. Dibilang tidak puas karena melihat kewenangan dan peran bawaslu tidak dijalankan. Memang, secara formalitas Bawaslu telah menjalankan poksi yang sesuai dengan pelaporan, tetapi secara fungsional yang melekat oleh dirinya belum dilaksanakan," ujar Sahroni di Kantor Bawaslu DKI, Sunter, Jakarta Utara, Jumat (26/10/2018).

Kemudian, kata dia, Bawaslu juga tidak melaksanakan semua petitum dari Sahroni. Bawaslu pun menolak permintaan agar pasangan calon nomor 01 meminta maaf secara tertulis kepada pasangan calon nomor 02. Permintaan Sahroni itu ditolak karena tidak bisa dibuktikan dalam fakta persidangan.

Pelapor kasus videotron Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Sahroni. (Diah/era.id)

Selain itu, Bawaslu juga menolak permintaan pelapor untuk melakukan peneguran kepada pasangan calon nomor 01 karena pelaku pemasangan videotron tersebut itu belum bisa dibuktikan.

"Kita menyampaikan kepada saksi pelapor, Bagaimana saksi bisa membuktikan kalau videotron itu yang memasang adalah paslon nomor 1, karena memang ini hanya sebuah dugaan. Meski demikian, memang benar bahwa videotron tersebut dipasang di tempat yang terlarang," kata Anggota Bawaslu DKI Jakarta Puadi.

Selain hal itu, ada petitum dari pelapor yang diterima oleh Bawaslu, yaitu memerintahkan kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP sebagai pihak yang memberikan izin usaha kepada pihak swasta atas kepemilikan videotron, untuk tidak memasang videotron di tempat yang dilarang.

"Untuk itu kita memerintahkan kepada Dinas Penanaman Modal untuk tidak menayangkan alat peraga kampanye apapun dari tim pasangan calon manapun di lokasi yang dilarang pada SK KPU Nomor 175," kata Puadi.

Anggota Bawaslu DKI Jakarta Puadi. (Diah/era.id)

Terganjal Peraturan

Sebenarnya, Bawaslu juga tidak bisa disalahkan mengapa kasus pelanggaran pemilu ini sudah ditetapkan statusnya tanpa mengetahui siapa pelakunya. Jelasnya, Puadi menyebut bahwa Bawaslu memiliki jangka waktu penanganan pelanggaran administrasi pemilu dalam 14 hari kerja.

"Kami tidak bisa menambah waktu karena ketentuan ini sudah diatur. Kalau misalkan lewat dari 14 hari penanganan pelanggaran administrasinya, berarti kita tidak taat prosedur dan Bawaslu akan kena sanksi," kata dia.

Baca Juga : Videotron Jokowi-Ma'ruf Langgar Administrasi

Rekomendasi