Dunia Butuh Cinta, Damai, dan Reggae

| 30 Nov 2018 16:20
Dunia Butuh Cinta, Damai, dan Reggae
Ilustrasi (Pixabay)

Jakarta, era.id - Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) melegitimasi musik reggae sebagai Warisan Budaya Tak Berwujud. Dunia rasanya telah menunjukkan tanda betapa cinta dibutuhkan untuk menjalani peradaban di masa mendatang dengan penuh damai.

UNESCO, dalam keterangan yang dirilis mengungkap, pentingnya capaian ini bagi perdamaian dunia. Bagi UNESCO, sejak dulu reggae selalu begitu, selalu jadi representasi dari cinta dan kemanusiaan sekaligus lambang perlawanan terhadap ketidakadilan.

"Musik reggae telah berkontribusi secara internasional, mewakili isu-isu tentang ketidakadilan, perlawanan, cinta dan kemanusiaan. Secara umum, reggae menjadi bentuk perayaan dinamis, baik dari sudut sosial, politik, dan spiritual," tulis UNESCO, dikutip dari AFP, Jumat (30/11/2018).

Menteri Kebudayaan Jamaika, Olivia Grange mengamini pernyataan UNESCO. Dengan segala kerendahan hati, ia katakan, masyarakat Jamaika amat berbangga. Jamaika berharap musik reggae dapat menularkan semangat persatuan dan perdamaian lewat cinta, pesan yang konsisten diusung reggae.

"Hari ini hari bersejarah. Kami sangat, sangat gembira ... Ke manapun kau pergi dan memberitahu seseorang kau berasal dari Jamaika, mereka berkata, Bob Marley'," tutur Grange.

Musik reggae

Dikutip dari berbagai sumber, tahun 60-an diyakini sebagai era kelahiran musik reggae. Di jalanan Getho --perkampungan kaum rastafaria-- di Ibu Kota Jamaika, Kingston, musik reggae lahir. Rasa haus akan perdamaian, kebebasan, dan gaya hidup bohemian serta kemanusiaan dan keindahan alam banyak mengilhami penulisan lirik dalam musik reggae.

Secara akar, musik reggae banyak dipengaruhi oleh perkembangan musik ska dan rocksteady, dua genre yang lebih dulu lahir dan populer di kawasan Amerika. Hal itu dapat dirasakan lewat kentalnya gaya ritmis berciri off-beat dan sinkopasi yang kerap disebut skank. Berbeda dengan ska dan rocksteady, reggae umumnya dimainkan dalam tempo yang lebih lambat.

Kata reggae sendiri diyakini berasal dari kata ragged yang berarti gerak kikuk --menggambarkan gerakan hentakan badan orang yang menari mengiringi irama bermuatan aksentuasi pada ketukan kedua sampai ketukan keempat khas kocokan gitar reggae. Dalam reggae, aksentuasi atau pembeda biasanya ditekankan pada ketukan ketiga, tepatnya dengan menahan chord pada ketukan kedua sampai ketukan keempat dimainkan. Mudahnya, sebut saja ciri khas 'jengjet'.

Sejatinya, tidak ada peristiwa khusus yang menandai kelahiran musik reggae. Namun, sejumlah literasi mencatat awal mula menggemanya musik reggae di dunia terpicu oleh debut Bob Marley and The Wailers lewat album Catch a Fire yang dirilis tahun 1972. Sejak album epik itu, kepopuleran reggae mendunia. Tahun 1973, film The Harder They Come turut mendorong popularitas musik reggae.

Hari-hari setelahnya, pengaruh reggae makin meluas. Sejumlah musisi kulit putih macam Eric Clapton, Paul Simon, Lee 'Scratch' Perry hingga UB40 memainkan musik reggae dalam berbagai varian. Reggae hip hop, reggae rock, reggae blues, dan sederet genre musik lainnya. Sejak Catch a Fire jugalah nama Bob Marley dikenal dunia, menyebar cinta, perdamaian, pesan kemanusiaan, hingga perlawanan terhadap ketidakadilan.

Spread the love

Sejak dulu, reggae selalu begitu, mengangkat pesan cinta secara lebih luas dan dalam, menyebarkan semangatnya ke seluruh hati dan kepala umat manusia untuk mengingatkan kembali makna sejati kemanusiaan. Sebagaimana musik yang ia besarkan, Bob Marley pun menjelma jadi nama paling berpengaruh di dunia.

Lagu One Love yang jadi salah satu 'ayat cinta' utama Bob Marley bahkan diganjar penghormatan serius oleh radio BBC Inggris. Lagu yang jadi bagian dari album Exodus rilisan tahun 1977 itu dinobatkan sebagai Anthem of Milenium. BBC beralasan, lagu tersebut adalah karya ajaib, dengan lirik sederhana namun memiliki emosi yang kuat.

"Let's get together and feel alright."

Bob Marley sendiri telah berkali-kali merintis perdamaian dunia. Lewat One Love Peace Concert, misalnya. Dalam salah satu konser perdamaian termahsyur yang dihelat di Stadion Nasional Kingston, Jamaika, Bob Marley mempersatukan dua pemimpin Jamaika yang berseberangan, Michael Manley dan Edward Seaga dalam jabatan tangan.

One Love Peace Concert (Twitter @historylvrsclub)

Kala itu, tahun 1970-an, Jamaika bergolak panas akibat kemiskinan, kekerasan, dan situasi politik. Manley yang menjabat posisi Perdana Menteri dan Seaga yang merupakan pemimpin oposisi memperparah situasi itu dengan secara terbuka membawa para pemimpin geng-geng lokal dalam perang yang tengah berlangsung.

Claudie Massop dan Bucky Marshall, dua pemimpin geng yang terlibat dalam peperangan itu kemudian dikurung di Penjara Kingston. Belakangan, keduanya bertemu dan sepakat untuk memperbaiki kondisi yang tengah terjadi di luar penjara. Massop dan Marshall kemudian membuat rencana untuk menggelar konser perdamaian.

Selepas dari penjara, Massop terbang ke London untuk menyampaikan ide tersebut kepada Bob Marley yang beberapa waktu sebelumnya mengalami tragedi penembakan di rumahnya di Kingston pada Desember 1976. Tentu saja, Bob Marley menyambut ide tersebut dengan tangan terbuka.

Pada 22 April 1978, One Love Peace Concert digelar di Stadion Nasional Kingston. Sebanyak 16 penampil profil tinggi Jamaika tampil dalam acara tersebut. Sekitar pukul 12:30 pagi, Bob Marley tampil di panggung untuk pertama kalinya sejak ia hijrah ke London setelah tragedi penembakan. Didukung oleh Wailers dan I-Threes, ia melantunkan sebuah setlist pendek yang di dalamnya mencakup nomor-nomor favorit seperti Trenchtown RockNatty Dread dan War.

Orgasme perdamaian terjadi saat lagu Jammin berkumandang, Bob Marley meminta Manley dan Seaga untuk bergabung dengannya di atas panggung. Dia memanggil dua lawan politik itu untuk berjabat tangan dan menunjukkan kepada dunia, "kita akan membuatnya benar, kita harus bersatu!" 

Manley dan Seaga pun muncul di sisi berlawanan di antara Marley. Keduanya berjabatan tangan di depan Marley yang lantas diangkat hingga ke atas kepalanya. Marley bahkan merangkul mereka, meski tidak erat. Selepas itu, lagu One Love pun berkumandang.

Sayangnya, pesan 'satu cinta' itu tidak bertahan lama. Kekerasan kembali terjadi ketika hasil pemilihan umum 1980 menetapkan Seaga sebagai pemenangnya, dan Marley sendiri meninggal dunia beberapa bulan kemudian pada usia 36 tahun. Kendati demikian, upaya Marley dalam menyatukan dua pesaing politik di atas panggung akan selalu diingat.

"Let them all pass all their dirty remarks (one love), there is one question I'd really love to ask (one heart), is there a place for the hopeless sinner, who has hurt all mankind just to save his own? believe me."

Rekomendasi