"Saya kira keputusan itu kan sebenarnya sangat mudah kalau memang mau berniat baik dan karena itu kita masih tunggu sikap kenegarawanan itu untuk ditunjukkan pada beberapa jam kedepan," ujar Pramono di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (21/12/2018).
Pramono juga agak heran mengapa OSO dan partainya tetap kukuh ingin nama ketum Hanura tersebut masuk dalam DCT DPD. Bahkan, Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Hasyim Asyari sampai dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik terkait masalah ini.
"Kalau ke Bareskrim kan terkait dengan pidana. Sebenarnya kalau itu kan kita merasa kaget karena keputusan KPU itu kan keputusan institusi dalam arti keputusan kami bertujuh secara kolektif kolegial. Mengapa yang dilaporkan hanya 2. Jadi menurut saya ini adalah tanggung jawab Kami ber-7 secara keseluruhan bukan tanggung jawab komisioner tertentu," katanya.
Pramono menegaskan, proses laporan pidana di Bareskrim terkait dengan tindak lanjut KPU atas putusan PTUN, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi itu tidak ada kaitannya dengan tahapan Pemilu.
"Jadi itu tidak bisa menunda atau mengintervensi apalagi menginterupsi penyelenggaraan tahapan Pemilu kita," tutur dia.
Pramono bilang, yang mereka lakukan juga merupakan bagian dari pengakomodasian putusan PTUN yang meminta memasukkan nama OSO kembali karena memerintahkan kami untuk memasukkan OSO. Tapi, PTUN bukan satu-satunya putusan lembaga peradilan yang harus KPU penuhi.
"Jadi oke tahapan sudah kita lewati tapi karena ada putusan PTUN kami persilakan bapak masuk tetapi ada juga putusan lain yang harus kami pertimbangkan sehingga ini juga harus dipenuhi. Itu bagian dari kompromi yang kita menghadapi konflik putusan peradilan yang isinya berbeda sama sekali itu," jelas dia.
Jalan panjang polemik caleg DPD bermula dari putusan MK melarang caleg DPD masih menjadi pengurus parpol ede periode 2019. Namun, Mahkamah Agung (MA) memutuskan larangan pengurus parpol menjadi caleg baru berlaku pada 2024.
Putusan MA tersebut merupakan tindak lanjut atas Putusan MK yang menafsirkan jabatan kepengurusan seseorang dalam parpol sebagai 'pekerjaan', sehingga tidak boleh menjadi calon anggota DPD.
Putusan MA sebenarnya tidak membatalkan Putusan MK, melainkan membatalkan PKPU, karena dinilai membuat aturan yang berlaku surut.
Ditambah, beberapa waktu lalu PTUN memutuskan untuk mengabulkan gugatan Oesman Sapta Odang untuk masuk kembali dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPD 2019 yang sebelumnya telah dicoret.