TNI-Polri Ikut Pilkada, Apa UU-nya?

| 06 Jan 2018 14:30
TNI-Polri Ikut Pilkada, Apa UU-nya?
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id - Calon kepala daerah di Pilkada 2018 diisi dari banyak kalangan dan latar belakang, termasuk TNI dan Polri. 

Guru Besar Universitas Pertahanan Profesor Salim Haji Said mempertanyakan dasar hukum anggota TNI dan Polri dalam mencalonkan diri di pilkada. Sebab, menurutnya, UU TNI dan Polri, serta UU Pilkada saling bertolak belakang.

"Undang-undang mana yang sebenarnya mau dipakai? UU TNI dan Polri, atau UU Pilkada?" kata Salim usai menjadi pembicara di diskusi di kawasan Menteng, Sabtu (6/1/2018).

Menurutnya, dalam UU Pilkada, para anggota TNI dan Polri yang mencalonkan diri tidak diharuskan pensiun ketika mendaftarkan diri KPU. Namun, itu bertolak belakang dengan UU TNI dan Polri yang mewajibkan anggotanya mundur dari jabatannya jika terlibat dalam politik praktis.

"Kalau di UU Pilkada, dia (calon dari TNI dan Polri) mengundurkan diri setelah terdaftar. Nah, ini kan kacau. Undang-undangnya berantakan, tidak terkoordinir satu sama lain," tuturnya.

Ia menegaskan, seharusnya hal ini harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi, untuk memperjelas undang-undang mana yang selayaknya dipakai oleh para calon. Sebab, menurutnya, undang-undang yang tidak terkoordinir dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu.

"Ini menguntungkan mereka yang menggunakan UU Pilkada, sebab mereka tidak akan merasa bersalah (mendaftarkan diri, namun belum mengundurkan diri secara resmi). Namun, kalau menurut UU TNI dan Polri, itu dinilai tidak beres. Oleh sebab itu harus diperbaiki," tuturnya.

Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dinyatakan bahwa prajurit dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis. Sedangkan, dalam UU Polri Nomor 8 Tahun 2002, pada pasal 28 pun dinyatakan bahwa polisi dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mundur atau pensiun.

Tags : pilkada 2018
Rekomendasi