"Ada saksi ada pengawas TPS masih juga terjadi kekeliruan. Maknanya adalah tidak mungkin KPU RI bisa melakukan kecurangan secara sistematis, dibuat secara sengaja, kecuali misalnya ada oknum yang bersekongkol," kata Viryan saat dihubungi, Senin (22/4/2019).
Semisal memang ada oknum yang melakukan kecurangan, kata Viryan, harus ada bukti yang bisa mengungkapkan hal tersebut. Jika memang terbukti ada kesalahan data, KPU minta pemungutan suara ulang di TPS yang bermasalah itu.
Pada prinsipnya, KPU bekerja transparan. Hal itu bisa dilihat dari keterbukaan Situng dalam penyampaian datanya. Nmaun, dia mengakui kalau memang masih ditemukan beberapa kesalahan.
"Misalnya mengenai keliru memasukkan data C1, terus sebagian masyarakat yang mengkritisi situng C1, itu kan taunya setelah melihat hasil scan C1," kata dia.
"Artinya kalau misalnya itu teman-teman kami di bawah mau melakukan kecurangan ya scan C1-nya juga diubah. Tapi ini kan tidak, scan C1 nya tetap, beararti entry-nya yang terjadi kekeliruan," jelas Viryan.
Dengan demikian, menurutnya, temuan kekeliruan data Situng dari masyarakat merupakan hasil dari transparansi KPU dalam bekerja. Apalagi, dia mengakui, tidak mudah memantau hasil 810 ribu TPS sendirian tanpa bantuan masyarakat.
"Kan itu sudah bentuk transparansi, keterbukaan dan setiap yang diketahui, KPU meminta kepada KPU daerah untuk memperbaiki. Justru ini penting untuk dilihat secara proporsional," ungkapnya.