Di Mana Keadilan untuk Joni dan Jeni?

| 24 Apr 2019 18:18
Di Mana Keadilan untuk Joni dan Jeni?
Presscon LBH Apik untuk Joni dan Jeni (dok LBH Apik)
Jakarta, era.id - Joni (14) dan Jeni (7) bukanlan nama sebenarnya. Kakak-beradik itu merupakan korban dari kejahatan seksual yang dilakukan oleh Hendra (41), ayah teman sepermainan mereka. Kejadian itu bahkan sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, sejak Jeni masih berusia empat tahun dan Joni berumur 12 tahun. 

Kasus ini berlanjut ke meja hijau Pengadilan Negeri Cibinong Kelas 1 A, Jawa Barat. Hendra dituntut menggunakan Pasal 81 ayat 2 dan Pasal 82 Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 

Namun berdasarkan putusan hakim bernama Muhammad Ali Askandar pada sidang 25 Maret 2019, Hendra dinyatakan bebas.

Putusan PN Cibinong jelas mendapat kecaman dari banyak pihak. Termasuk Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) yang menyematkan nama Joni-Jeni kepada kedua korban itu sebagai nama samaran. Dalam konferensi persnya, LBH Apik menilai ada kejanggalan pengadilan dalam memutus perkara tersebut.

"Majelis hakim memutus bebas Hendra dengan pertimbangan bahwa tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian perkara," kata Koordinator Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Uli Arta Pangaribuan, dalam keterangannya, Rabu (24/4). 

Uli mempertanyakan bagaimana hakim bisa memutuskan perkara yang korbannya adalah anak-anak, tanpa melihat fakta persidangan. Apalagi sepanjang jalannya sidangan Joni dan Jeni tidak didampingi siapa pun, termasuk keluarganya sendiri. Di sisi lain, pelaku justru didampingi oleh dua orang pengacara.

"Dari hasil visum J dan J terbukti pelaku telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Apalagi pelaku pada saat pemeriksaan di persidangan sudah mengakui pernah melakukan," kata Uli.

Saat ini pelaku telah bebas. Ia tinggal di rumahnya semula. Dengan kata lain, korban dan pelaku masih tinggal dalam satu lingkungan. 

 

Upaya untuk mencari keadilan yang dilakukan oleh keluarga Joni dan Jeni masih terus dilakukan dengan melapor ke LPSK, KPAID Bogor, Komnas Anak, Komisi Yudisial dan juga DPR.

"Kami juga akan kirim dukungan ini ke Badan Pengawas Mahkamah Agung, Ombudsman, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, KPAI, LPSK, Komnas Perempuan, KSP dan Komisi III dan VIII DPR RI," kutip era.id.

LBH Apik juga telah menggalang dukungan melalui petisi yang ditulis di laman change.org. Petisi ini juga telah ditandatangani lebih dari 85.668 orang. Petisi ini bertujuan agar Komisi Yudisial bisa mengevaluasi dan memberikan sanksi kepada hakim yang mengadili kasus Joni dan Jeni. 

Tak hanya itu, jaksa penuntut yang mendampingi Joni dan Jeni juga telah mengajukan kasasi usai putusan dibacakan. LBH APIK berharap masyarakat mendukung petisi dan meramaikan tagar #UntukJoniDanJeni di media sosial sehingga bisa menjadi perhatian banyak pihak.

 

Rekomendasi