Yusril: Link Berita Tak Bisa Jadi Bukti Sengketa Pilpres

| 27 May 2019 16:32
Yusril: <i>Link</i> Berita Tak Bisa Jadi Bukti Sengketa Pilpres
Ketua tim kuasa hukum paslon 01 Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra. (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Ketua tim kuasa hukum paslon 01 Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menyebut link berita tak bisa jadi bukti kuat dalam sidang sengketa Pilpres 2019 jika tak ditambah bukti kuat lainnya.

Bukti kuat itu, disebut Yusril, bisa berupa keterangan dari saksi yang diajukan kubu paslon 02 Prabowo-Sandiaga. Termasuk dokumen otentik yang bukan berasal dari sebuah video maupun foto semata.

"Alat bukti dalam persidangan itu ada keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan pemohon, dan kemudian bukti surat. Kalau surat itu sudah ada definisinya misalnya dokumen C1. Pokoknya yang tertulis itu kategorinya surat," kata Yusril kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019).

"Kalau cuma link berita saja, enggak bisa dijadikan bukti. Itu dari tafsiran kami ya," imbuhnya.

Pakar hukum tata negara ini menyebut, kubu Jokowi-Ma'ruf sebenarnya juga mengajukan beberapa bukti dengan link sejumlah media online. Tapi, link berita ini bakal dilengkapi dengan kesaksian dari pihak terkait serta dokumen-dokumen lainnya.

"Kalau pihak kami tentu tidak akan mengajukan link berita saja sebagai bukti tanpa didukung bukti lain," ujar Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini.

Sekadar informasi, dalam petitum gugatannya, tim hukum Prabowo-Sandiaga melampirkan sejumlah link berita. Salah satu argumennya menyebutkan kalau ada kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam pelaksanaan pemilu. Belum lagi adanya penyalahgunaan APBN dalam program pemerintah. 

Misalnya link berita dari Tribunnews.com soal 'Kenaikan Dana Kelurahan'. Selain itu ada juga berita dari Tirto.id berjudul 'Dana Bansos Telah Cair 15,1 Triliun Pada Januari 2019'.

Belum lagi artikel dari Kompas.com berjudul 'Jokowi Akui Kebut Infrastruktur untuk Kepentingan Pemilu 2019'. Ada pula link berita dari Beritasatu.com terkait 'Jokowi Percepat Penerimaan PKH'.

"Dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan tersebut, dengan support dari APBN, sekilas itu adalah program pemerintah biasa. Namun jika ditelaah lebih jauh, maka akan terlihat program-program itu dari segi momentum dan kebiasannya atau rutinitasnya, adalah merupakan bentuk strategi pemenangan pasangan calon 01," demikian bunyi petitum gugatan yang dikutip era.id, Minggu (26/5).

Petitum gugatan ini disusun oleh delapan orang kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, mereka adalah Zulfadli, Dorel Almir, Iskandar Son Haji, Iwan Satriawan, Lutfi Yazid, Teguh Nasrullah, Denny Indrayana dan Bambang Widjojanto sebagai ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Rekomendasi