"Sampai dengan tanggal 21 sampai 28 Mei sudah ada sepuluh kasus hoaks yang sudah ditangani oleh Direktorat Siber Bareskrim bersama beberapa Polda," ungkap Dedi kepada wartawan di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Dedi menjelaskan, pertama yang menjadi tersangka adalah SDA yang ditangkap 23 Mei 2019. Dia ditangkap karena mengunggah dan menyebarkan konten yang berisi soal adanya polisi dari negara lain masuk ke Indonesia, dan ikut mengamankan demo 21-22 Mei di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Enggak cuma itu, SDA, dalam kontennya menyebut polisi itu ikut menembak para pendemo. "Saat ini yang bersangkutan sudah ditahan dan diproses penyidikan lebih lanjut," jelas Dedi.
Kedua, polisi menangkap ASR pada tanggal 26 Mei. Dia ditangkap, karena menyebarkan konten adanya persekusi yang dilakukan aparat kepolisian terhadap seorang habib.
"Yang ketiga MNA, ditangkap 28 Mei 2019 yang menyebarkan konten negatif tentang pemilu curang. Kemudian ada video persekusi demikian juga, penganiyaan yang dilakukan oleh aparat di Depan Masjid Al Huda Tanah Abang," ungkap Dedi.
Kemudian, pada tanggal 26 Mei kepolisian juga menangkap HU yang diduga memprovokasi dan menyebarkan ujaran kebencian. HU, dalam media sosialnya, menyebut anggota Brimob asing yang tak bisa berbahasa Indonesia, melakukan sweeping di area masjid.
Selanjutnya, polisi menangkap RR pada 27 Mei karena mengunggah konten ancaman pembunuhan terhadap salah satu tokoh melalui akun Facebook-nya.
Keenam tersangka atas nama M, ditangkap oleh Polda Jateng, karena menyebarkan ujaran kebencian.
"Ketujuh atas nama MS ditangkap di Polda Sulawesi Selatan 27 Mei 2019, konten yang diviralkan dan diposting adalah foto tokoh nasional yang digantung dengan tulisan caption-nya adalah 'mudah-mudahan manusia biadab ini mati'," jelas dia.
Lalu, DS yang ditangkap oleh Polda Jawa Barat 27 Mei. Dia ditangkap karena menyebarkan berita bohong atas meninggalnya seorang remaja 14 tahun yang dianiaya.
Kesembilan, adalah MA. Dia ditangkap di Sorong, Papua Barat pada tanggal yang sama, karrna menyebarkan konten berisi video dan foto serta melakukan pengancaman pembunuhan.
"Kesepuluh tanggal 28 Mei, diamankan seorang tersangka atas nama H, menyebarkan juga konten antara lain berupa ancaman yang ditujukan kepada tokoh nasional dan berupa juga narasi-narasi yang dibangun adalah ujaran kebecian," jelas dia.
Konten berisi ujaran kebencian dan berita bohong ini, disebut Dedi, memang bertujuan untuk membangkitkan emosi dan sentimen masyarakat. Pihak kepolisian, hingga saat ini masih mencari aktor intelektual dibalik maraknya penyebaran konten berita bohong dan ujaran kebencian itu.
"Aktor intelektual untuk kasus ini masih didalami, yang jelas, pengungkapan ini individu per individu dan mereka mengakui. (Ada) jejak digital mereka, mereka tidak bisa mengelak," kata dia.