“Itulah yang kami terbuka. Mereka kan juga belum nyumbang kok (usulan formulasi penghinaan agama). Drafnya seperti apa tapi jangan berdebat soal enggak perlu ada pasal itu. Capek kalau itu,” katanya, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2019).
Di sisi lain, Arsul menilai, perdebatan pasal penghinaan agama hanya soal politik hukum. Dia menjelaskan, yang menjadi kritik masyarakat sipil hanya soal politik hukumnya, yang sejatinya menginginkan pasal ini dihapuskan.
“LSM ini maunya tidak ada pasal tindak pidana penghinaan agama, meskipun dia masuknya dengan mengatakan rumusannya belum bener,” ucapnya.
Anggota Komisi III ini menjelaskan, soal pasal penghinaan agama DPR dan pemerintah sudah sepakat pasal itu perlu ada sebagai bagian politik hukum di Indonesia. Namun, katanya, untuk menghindari subjektivitas penjeratan pasal itu memang diperlukan penguatan formulasi bunyi pasalnya.
“Bahwa itu perlu supaya tidak gampang menjerat berarti itu urusannya formulasi pasal,” tuturnya.
Seperti diketahui, dari draf sementara per tanggal 25 Juni 2019 pasal penghinaan agama RKUHP di pasal 250 dan pasal 313 berbunyi.
Pasal 250 RKUHP
“Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, dan agama, atau terhadap kelompok berdasarkan jenis kelamin, umur, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”
Pasal 313 RKUHP
Setiap Orang di muka umum melakukan penghinaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.”