Majelis hakim yang memeriksa permohanan kasasi dalam perkara Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), melepaskan Syafruddin Temenggung dari segala tuntutan hukum. MA mengambil keputusan yang antimainstream, berbeda 180 derajat dibanding putusan Pengadilan Negeri dan Tinggi.
Syafruddin Temenggung divonis 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan di Pengadilan Tipikor. Naik banding, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta malah menambah vonis Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Para wakil Tuhan itu tegas memutus kalau Syafruddin Temenggung terbukti bersalah dalam kasus penerbitan SKL BLBI.
"KPK merasa kaget karena putusan ini 'aneh bin ajaib' karena bertentangan dengan putusan hakim PN (pengadilan negeri) dan PT (pengadilan tinggi)," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dilansir Antara, Selasa (9/7/2019).
Putusan MA memang tidak bulat. MA memang sebenarnya tetap bilang Syafruddin Temenggung. Namun kesalahannya itu bukanlah masuk ranah pidana.
"Dalam putusan tersebut, ada dissenting opinion. Jadi tidak bulat. Ketua majelis Dr Salman Luthan sependapat judex facti pengadilan tingkat banding. Hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago, berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan anggota 2, Prof Mohamad Askin, berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum adminsitrasi," kata Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah.
KPK kini masih menunggu putusan lengkap dari MA untuk memutuskan langkah hukum selanjutnya. Namun mereka akan tetap patuh pada putusan, segera membebaskan Syafruddin dari rumah tahanan gedung KPK.
Kabar dari MA jelas jadi informasi yang menyenangkan buat Sjamsul Nursalim. Melalui pengacaranya, tersangka berikut dari kasus BLBI itu minta supaya KPK segera menghentikan segala proses penyidikan.