Antisipasi Ancaman Siber, DPR Kebut RUU KKS

| 12 Aug 2019 14:53
Antisipasi Ancaman Siber, DPR Kebut RUU KKS
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, di era revolusi industri 4.0 saat ini, kedaulatan sebuah bangsa bukan hanya terletak pada penguasaan wilayah darat, laut maupun udara saja, melainkan juga pada wilayah siber. 

Menurut dia, berdasarkan penelitian Frost dan Sullivan yang diprakarsai Microsoft pada tahun 2018, kejahatan siber di Indonesia bisa menyebabkan kerugian mencapai Rp478,8 triliun. Sedangkan, untuk tingkat Asia Pasifik, kerugiannya bisa mencapai 1,745 triliun dolar AS atau lebih dari 7 persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB).

"Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, setidaknya sepanjang 2018 ada sekitar 232 juta serangan siber menyerbu Indonesia. Serangan tersebut tak boleh dianggap remeh. Apalagi tren dunia ke depan tak bisa dilepaskan dari internet dan transformasi teknologi informasi," ujar Bamsoet, dalam keterangan tertulis yang diterima era.id, di Jakarta, Senin (12/8/2019).

Di Indonesia saja, kata Bamsoet, penetrasi pengguna internet berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2018, sudah mencapai 171,18 juta jiwa atau 64 persen dari total penduduk sebesar 264,16 juta jiwa. "Karenanya pondasi keamanan dan ketahanan siber perlu diperkuat melalui undang-undang," tuturnya.

Bamsoet menjelaskan, Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) yang diusulkan Badan Legislasi DPR RI terdiri dari 77 pasal dan 13 bab, yang sudah disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI melalui Rapat Paripurna tanggal 4 Juli. Dijelaskan Bamsoet, RUU KKS merupakan upaya DPR RI untuk menguatkan pondasi Keamanan dan Ketahanan Siber Indonesia, agar mampu menghadapi ancaman yang bersifat multidimensi, baik dari dalam maupun luar negeri.

"Sambil menunggu Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari pemerintah, DPR RI berharap proses kelahiran RUU KKS ini bisa mengakselerasi kematangan ekosistem keamanan dan ketahanan siber nasional," ucapnya.

Di samping itu, kata dia, dengan adanya kebijakan di tingkat undang-undang, diharapkan pelaksanaan kekuasaan pemerintah di bidang keamanan dan ketahanan siber dapat selaras dengan penghormatan hak asasi manusia. Tak hanya itu, termasuk kemandirian dalam inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemajuan perekonomian nasional.

Bamsoet menjelaskan, melalui RUU KKS, pemerintah juga bisa menjalankan diplomasi siber untuk memajukan kepentingan Indonesia dalam bidang Keamanan dan Ketahanan Siber di tingkat internasional. 

"Kerja sama dengan negara-negara lain sangat diperlukan, mengingat serangan siber seringkali dilakukan orang-orang dari berbagai lintas negara," tuturnya.

Selain itu, kata dia, diplomasi siber bisa dijadikan rangkaian diplomasi ekonomi, politik, maupun kebudayaan yang dijalankan pemerintah. Pengalaman yang telah dilalui memberikan pelajaran bahwa ancaman terhadap kedaulatan siber sangat nyata. 

"Bahkan menjadi salah satu ancaman nonmiliter terbesar bagi dunia," ujarnyaa.

Dalam konteks pemeliharaan keamanan dan ketahanan siber, kata Bamsoet, penguatan pondasi dapat meliputi empat hal. Pertama, segala kerentanan yang dapat meningkatkan ancaman atau bahaya di bidang siber harus dapat dideteksi dan diidentifikasi. 

"Kedua, segala aset penting untuk hajat hidup orang banyak, harus dapat dilindungi atau dibentengi dari kemungkinan adanya sabotase, serangan, atau aneka upaya lain untuk menghancurkan atau merusaknya," jelasnya.

Ketiga, lanjutnya, segala sabotase, serangan, atau aneka upaya lain yang sedang berlangsung harus dapat ditanggulangi secepatnya. Kerusakan, kehilangan atau kehancuran yang telah terjadi harus dapat dipulihkan secepatnya. 

"Keempat, segala komponen dalam penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber yaitu manusia, perangkat teknis, dan perangkat non teknis, harus dapat dipantau dan dikendalikan agar tidak menambah besar kerentanan," tutupnya.

Rekomendasi