Pasal 470 ayat 1 RUU ini mencantumkan, 'setiap perempuan yang menggugurkan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan kandungannya dapat dipidana maksimal empat tahun.'
Bunyi pasal ini dikritisi sejumlah elemen masyarakat karena tidak mencantumkan pengecualian untuk korban perkosaan atau pun aborsi dengan alasan medis.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 75 ayat (2) memperbolehkan aborsi terhadap kehamilan yang disebabkan perkosaan, yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Ketua Komisi IX (yang membidangi masalah kesehatan) Dede Yusuf menilai, perlu ada pembahasan lebih jauh antara Panja RKUHP dengan Kementerian Kesehatan (Kemkes) terkait dengan masalah hukuman pelaku aborsi ini.
"Setiap UU baru pasti bersingungan dengan UU lama. Diharmoniasasi dulu dengan Kemkes, karena perlu juga dilihat dari sisi kesehatan yang ada,” ucapnya, ketika dihubungi era.id, di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX Dewi Asmara mengatakan, pasal ini masih berupa rancangan karena itu Komisi IX akan melakukan koordinasi dengan Komisi III (yang membidangi masalah hukum), guna membahas pasal-pasal yang berhubungan dengan masalah kesehatan.
"Aborsi ini kan berhubungan dengan reproduksi wanita, tentu juga kembali lagi dengan hak asasi perempuan itu juga. Kami akan duduk dengan pansus untuk mempelajari masalah ini," ucapnya.
Di sisi lain, Komisi III DPR Taufiqulhadi mengatakan, DPR masih akan menambahkan pengecualian mengenai kondisi darurat medis untuk melakukan aborsi.
"Pada dasarnya tidak diperbolehkan melakukan aborsi. Nanti dijelaskan aborsi itu pengecualiannya apa saja. Untuk alasan medis aborsi dapat dilakukan diusia kandungan berapapun tergantung hasil pemeriksaan dokter. Misalnya membahayakan ibunya atau kandungannya," kata Taufiqul.
Anggota Panja RKUHP ini mengatakan, untuk korban pemerkosaan yang melakukan aborsi, tidak diperbolehkan jika kandungannya sudah lewat melewati usia 40 hari.
"Walaupun korban pemerkosaan, dia tidak diperbolehkan melakukan aborsi ketika kandungannya sudah 40 hari," jelasnya.
Salah satu pengkritik pasal ini, Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan, pasal ini membebani korban pemerkosaan.
Sebab, banyak korban perkosaan yang tidak tahu dirinya hamil selepas 40 hari atau terlambat bertindak karena takut melapor. Maka itu, dia menyarankan juga ada batasan waktu untuk melakukan aborsi. Data ini, harus berdasarkan penelitian yang valid.
Lebih jauh, Maidina mengatakan, negara tidak menyediakan bantuan hukum atau psikologis bagi korban pemerkosaan. Ini pula yang membuat beban korban pemerkosaan bertambah.
Ilustrasi (Pixabay)
Dilansir dari laman doktersehat.com, pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa dampak negatif yang akan dihadapi seorang wanita, baik dari fisik maupun psikologis.
Dampak fisik:
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
Kanker hati (Liver Cancer)
Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Dampak kesehatan mental:
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai Post-Abortion Syndromeatau Sindrom Paska-Aborsi (PAS). Gejala-gejala ini dicatat dalam "Psychological Reactions Reported After Abortion" yang diterbitkan pada The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
Kehilangan harga diri (82 persen)
Berteriak-teriak histeris (51 persen)
Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63 persen)
Ingin melakukan bunuh diri (28 persen)
Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41 persen)
Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59 persen)