DPR Kaji Ulang Kebijakan Pers di RKUHP

| 25 Sep 2019 19:59
DPR Kaji Ulang Kebijakan Pers di RKUHP
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo memastikan DPR RI akan meninjau kembali berbagai pasal yang menjadi sorotan publik dalam revisi undang-undang (RUU) tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Termasuk pasal-pasal yang dianggap berpotensi menghalangi kebebasan jurnalistik dan pers.

Bamsoet menyebut, kemerdekaan pers adalah prasyarat utama bagi tumbuh kembangnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Karenanya tak mungkin DPR RI mematikan gairah jurnalistik.

“Jikapun ada pasal-pasal yang dianggap berpotensi menghambat pertumbuhan insan pers, DPR RI siap membuka pintu dialog selebarnya,” ujar Bamsoet, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Dirinya juga telah menerima audiensi dari perwakilan dewan pers, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), LBH Pers dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) atas kekhawatiran mereka terhadap revisi KUHP.

Ditambahkannya, revisi KUHP pada dasarnya dirancang bukan untuk mengebiri hak warga negara apalagi pers. Melainkan untuk menghadirkan kepastian hukum, menguatkan harmoni kehidupan masyarakat, sehingga bisa tercipta keamanan dan ketertiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Perumusan pasal-pasal tersebut akan kita kaji kembali dengan melibatkan insan pers, sehingga niat baik dari DPR RI dan pemerintah bisa sejalan dengan niat baik pers,” ucapnya.

Dalam catatan, Lembaga Bantuan Hukum Pers mencatat sedikitnya ada 10 pasal yang bakal mengancam kebebasan pers dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Kendati Presiden Joko Widodo telah meminta DPR menunda pengesahan RKUHP, LBH Pers mendesak pemerintah maupun DPR untuk bersikap tegas yakni menghapus pasal-pasal bermasalah tersebut.

Berikut adalah poin-poin dalam revisi KUHP yang dianggap LBH Pers bermasalah:

1. Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 219 RKUHP mengancam pidana maksimal 4 tahun 6 bulan atau pidana denda bagi setiap orang yang menyiarkan tulisan atau gambar berisi penyerangan kehormatan presiden dan wakil presiden. Pasal 240 RKUHP juga mengatur hukuman penjara maksimal tiga tahun dan denda kepada orang yang menghina pemerintah hingga mengakibatkan kerusuhan.

2. Penyiaran Berita Bohong

Pasal 262 RKUHP menyebut setiap orang yang menyebarluaskan berita bohong dapat dipenjara 4 tahun penjara. Selain itu, pasal 263 menyatakan pihak yang menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan dan bisa meyebabkan keonaran di masyarakat dipenjara maksimal 2 tahun.

3. Penghinaan Pengadilan

Pasal 281 RKUHP mengatur mengenai tindakan penghinaan terhadap pengadilan atau contemp of court. Dalam pasal itu diatur bahwa seseorang bisa dipenjara selama setahun apabila bersikap tidak hormat, atau tidak berpihak ke hakim. Seseorang diancam hukuman serupa apabila merekam dan mempublikasikan sesuatu yang dianggap mempengaruhi independensi hakim di pengadilan.

4. Penghinaan Agama, Lembaga Negara dan Pencemaran Nama Baik

Pasal 304 RKUHP mengancam penjara 5 tahun bagi orang yang melakukan penistaan agama di depan umum. Pasal 353 mengatur penghinaan terhadap penguasa atau lembaga negara dipidana paling lama 1 tahun 6 bulan. Lalu pasal 440 mengatur soal pencemaran nama baik dengan pidana 9 hingga 1,5 tahun bulan penjara.

5. Tindak Pidana Pembukaan Rahasia

Pasal lain yang menurut LBH Pers bermasalah ialah pasal 450 dalam RKUHP. Pasal ini mengatur mengenai pejabat pemerintah yang menyebarkan informasi rahasia diancam dengan hukuman 1 tahun penjara. Sementara pasal 451 mengatur mengenai ancaman hukuman 2 tahun penjara bagi orang yang memberitahukan rahasia perusahaan.

 

Rekomendasi