Dandhy yang merupakan sutradara film dokumenter Sexy Killers ditangkap Kamis malam (26/9) pukul 23.00 WIB di kediamannya, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Dandhy kemudian dipulangkan dini hari tadi sekitar pukul 04.00 WIB. Pagi hari tak lama setelah pemulangan Dandhy, polisi menangkap Ananda di rumahnya.
Sekretaris Kompolnas Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto memberi keterangan ringan. Bagi dia, penangkapan boleh dilakukan terhadap siapa pun selama prosedur penjemputan terpenuhi. Tapi yang menjadi catatan penting, setiap penangkapan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
"Selama aturan main itu diikuti dan benar-benar ada alat buktinya, bisa saja dilakukan penangkapan kepada siapa pun," kata Bekto saat dihubungi era.id lewat pesan singkat, Jumat (27/9/2019).
Terkait polemik penangkapan Dandhy dan Ananda, Bekto mengatakan, pihak manapun boleh saja mengecam tindakan polisi yang menjemput dan menangkap paksa kedua aktivis tersebut. Sebagai negara demokratis hal ini biasa terjadi.
Hanya saja, bagaimanapun pengadilan yang berhak memutus sah atau tidaknya tindakan tersebut. Artinya, praperadilan adalah langkah pertama yang dapat ditempuh untuk melawan.
"Untuk menilai tindakan polisi dengan menangkap seseorang dianggap sah atau tidak sah diatur melalui upaya hukum praperadilan. Hakim yang akan menentukan penangkapan oleh polisi sah atau tidak sah," katanya.
Dandhy ditangkap atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian serta melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Meski dipulangkan dan tak ditahan, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan status Dandhy adalah tersangka.
Sementara, informasi penangkapan Ananda yang merupakan eks wartawan Tempo diketahui dari kicauannya di Twitter @anandabadudu. "Saya dijemput Polda karena mentransfer sejumlah dana pada mahasiswa," kicaunya pada pukul 04.34 WIB.
Vokalis duo Banda Neira tersebut aktif di media sosial belakangan ini. Dia melakukan penghimpunan dana lewat kitabisa.com untuk disalurkan saat aksi demostrasi mahasiswa pada Selasa (24/9) dan Rabu (25/9) di gedung DPR/MPR yang menolak RUU KUHP dan UU KPK hasil revisi.