Sebuah Benang Merah dari Demo di Indonesia dan Hong Kong

| 27 Sep 2019 11:10
Sebuah Benang Merah dari Demo di Indonesia dan Hong Kong
Aksi mahasiswa di depan Gedung DPR tanggal 23-24 September (era.id)
Jakarta, era.id - Serangkaian gelombang demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia memiliki kesamaan dengan aksi di belahan Asia lainnya, yaitu Hong Kong.

Aksi demonstrasi di Indonesia sebelumnya juga gencar dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat di Hong Kong. Sama seperti Indonesia, massa di Hong Kong juga melakukan aski protes menuntut produk hukum yang gagal seperti Rancangan Undang-Undang (RUU).

Dipicu RUU

Protes di Hong Kong dipicu dengan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi (RUU Ekstradisi) atau dikenal sebagai The Fugitive Offenders and Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Legislation (Amendment) Bill 2019 yang diperkenalkan oleh Sekretaris Keamanan John Lee pada (29/3).

Peraturan ini memungkinkan mereka yang melanggar hukum untuk dikirim ke daratan China guna menjalani proses peradilan dengan hukum dan kebijakan yang berlaku di China. RUU Ekstradisi menjadikan China akan bisa terlalu mencampuri urusan Hong Kong, serta mengancam setiap warganya. Hukum ini juga dianggap sebagai kriminalisasi terhadap masyarakat Hong Kong.

Baca Juga: Melawan Penangkapan Dandhy dan Ananda Lewat Praperadilan

Sama seperti Hong Kong, gelombang demonstrasi di Indonesia juga menuntut produk hukum yang bermasalah. Aksi protes yang terjadi sejak Senin (23/9) di sejumlah wilayah juga menolak beberapa rancaangan undang-undang yang kontroversial seperti revisi UU KPK, RKUHP, RUU PKS, RUU Pertahanan, RUU Minerba, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan dan sebagainya.

Aksi berujung kericuhan

Gelombang besar demonstrasi oleh mahasiswa dan masyarakat Hong Kong telah menyebabkan gangguan karena berujung pada kericuhan dan sempat membuat lumpuh kota itu. Aksi protes ini menempatkan Hong Kong berada dalam konflik politik paling keras selama dua dekade. Hal ini membuat Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam Cheng Yuet-ngor atau Carrie Lam minta maaf dan berjanji untuk menghapus RUU Ekstradisi.

"RUU Ekstradisi itu sudah mati," ucap Carrie Lam dalam konferensi pers, pada Juli lalu, dikutip Reuters. 

Deklarasi Lam nampaknya menjadi kemenangan bagi penentang RUU Ekstradisi. Tapi tak membuat aksi protes berhenti. Demo kembali mengguncang Hong Kong dengan aksi yang meluas menjadi gerakan menuntut reformasi dan menuntut penyelidikan independen terhadap kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan Hong Kong.

 

Sementara itu, aksi protes di Indonesia juga dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat. Malah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) juga turut berpartisipasi dalam aksi demonstrasi pada Rabu kemarin. Aksi yang digelar sejak Senin (23/9) di sejumlah wilayah di Indonesia adalah aksi damai namun berujung pada kerusuhan.

Baik Indonesia atau Hong Kong, demo berujung dengan penembakan water cannon dan gas air mata oleh polisi antihuru-hara. Bentrokan juga terjadi antara pendemo dan aparat. Selain itu, dalam video yang beredar di media sosial beberapa oknum melakukan intimidasi kepada massa aksi dan sejumlah jurnalis selama meliput demontrasi. Bahkan beberapa di antaranya juga ada yang mendapat kekerasan fisik.

Strategi demo yang sama

Baik Hong Kong maupun Indonesia, keduanya juga memiliki kesamaan strategi dalam menggelar aksi demonstrasi. Salah satunya dengan cara-cara kreatif menggunakan slogan-slogan yang satir.

 

Selain itu persamaan lainnya adalah pendemo yang melakukan penggalangan dana. Dikutip dari Reuters, pendemo di Hong Kong berhasil memperoleh dana sekitar 5,5 juta dolar Hong Kong hanya dalam beberapa jam peluncuran crowfounding tersebut. Jumlah dana yang diperoleh itu juga melibehi target sekitar 3 juta dolar Hong Kong.

Di Indonesia, penggalan dana diprakarsai oleh mantan jurnalis Tempo, Ananda Badudu, yang membuat penggalan dana untuk mahasiswa di KitaBisa.com pada 22 September. Hingga Jumat siang (27/9/2019), penggalangan dana yang dibuat Ananda Badudu sudah mencapai Rp175.696.688 dari target Rp50 juta.

Baca Juga: Mengenal Lebih Jauh Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu

Di situs tersebut, eks vokalis Banda Neira ini mengatakan alasan penggalan dana sebagai bentuk dukungannya yang ingin berkontribusi dalam aksi mahasiswa, termasuk juga melaporkan keuangan secara transparan mulai dari jumlah penarikan hingga penggunaan dananya. Semua itu ia unggah dalam akun Twitternya @anandabadudu.

"Kamu bisa berkontribusi lewat donasi dana yang akan digunakan untuk makanan, minuman, dan spund system mobile (mobil/gerobak komando)," ucap Ananda Badudu dalam situs KitaBisa.com.

Penangkapan aktivis

Aksi demonstrasi di Indonesia dan Hong Kong juga diwarnai dengan penangkapan sejumlah tokoh aktivis. Di Hong Kong, sejumlah aktivis ditangkap karena dituduh sengaja mengorganisir, menghasut, serta telibat dalam penggalan dana.

Mereka adalah Sekretaris Jenderal Partai Demosisto Joshua Wong, mantan calon anggota legislatif dari Partai Demosisto Agnes Chow, dan aktivis Andy Chan, dikutip dari CNN.

 

 

Di Indonesia, penangkapan aktivis juga kerap dilakukan. Dalam beberapa jam saja, dua aktivis ditangkap. Mereka adalah sutradara film dokumenter Sexy Killers Dandhy D. Laksono dan musisi Ananda Badudu. 

Dandhy ditangkap atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian serta melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sementara itu, Ananda Badudu ditangkap karena telah menggalang dana untuk aksi mahasiswa dan mentransfer sejumlah uang ke mahasiswa.

 

Tags : demo
Rekomendasi