Kisah Mereka Para Penyintas Topan Hagibis di Jepang

| 15 Oct 2019 14:31
Kisah Mereka Para Penyintas Topan Hagibis di Jepang
Warga terlihat membersihkan lingkungan. (Twitter/Efezinoxx)
Jakarta, era.id - Memilih tetap bertahan di rumahnya ketika Topan Hagibis melanda Jepang mungkin menjadi pilihan yang salah bagi salah satu penyintas Kiyokazu Shimokawa. Usai Topan Hagibis puas memporak-porandakan Jepang, pria berusia 71 tahun itu merasakan ada sedikit kelegaan di hatinya. Tapi itu tak berlangsung lama.

Shimokawa kembali diteror dengan serangkaian bencana yang diakibatkan oleh meluapnya air sungai di dekat tempat tinggalnya. Saat itu langit sangat pekat. Suasana terasa sangat menakutkan dan mencekam. Shimokawa berpikir ada sesuatu yang salah. Benar saja, tak lama kemudian suara gemuruh air mendekat dan mengantam rumahnya.

Dia yang menyadari volume air terus betambah akhirnya mengajak keluarganya mengungsi. Namun ia terlambat. Air naik dengan sangat cepat. Menyesal telah membuat keputusan yang salah, Shimokawa berusaha menyelamatkan keluarganya dengan mengungsi ke lantai paling atas rumah mereka dan bertahan seharian hingga dievakusi pada Minggu kemarin.

"Saya membuat kesalahan dengan memperkirakan bahwa selama kami berada di lantai dua, kami akan baik-baik saja," ujarnya kepada Reuters di pusat evakuasi di Nagano. 

Dahsyatnya Topan Hagibis telah meninggalkan bencana lainnya, salah satunya banjir yang masih mengenangi sejumlah wilayah. Topan terkuat dalam enam dekade ini juga telah membuat penampakan yang mengerikan di Negeri Sakura. Rumah-rumah dan ruas jalan dipenuhi dengan lumpur, potongan kayu, puing yang berserakan, hingga lumpur yang menggunung. Beberapa tempat yang biasanya kering bahkan tampak seperti sungai besar.

 

Baca Juga: Mereka yang Tergerak Usai Jepang Dihabisi Topan Hagibis

Cerita lain datang dari Rie Hasegawa. Penyintas satu ini tak pernah menyangka wilayahnya di Prefektur Nagano bakal terkena dampak banjir pasca Topan Hagibis. Sama halnya dengan Kiyokazu Shimokawa, Hasewaga saat itu merasa keadaan benar-benar kacau.

Suasana terasa sangat mencekam, langit sangat gelap, dan dengan tiba-tiba air menerjang area rumahnya. Kekuatan air yang luar biasa besar saat itu membuat dirinya berpikir bahwa "Mungkin ini adalah akhir dari hidup."

Dikutip The Guardian, Prefektur Nagano menjadi salah satu wilayah terdampak paling parah. Ketinggian air di sejumlah wilayah di area itu mencapai 4 meter karena luapan air Sungai Chikuma dan Abukuma.

Sebelum badai melanda, pemerintah Jepang telah mengeluarkan perintah kepada puluhan juta warganya untuk segera mengevakuasikan diri dan meninggalkan rumah. Namun, banyak penduduk memilih tinggal di rumah, termasuk Kazuo Saito.

Saito yang saat itu mengenakan pakaian kerja dan sepatu bot karet panjang memilih untuk tetap bertahan sebelum badai datang bersama istrinya. Meski mengetahui sudah banjir, ia mengaku tempatnya saat ini adalah satu-satunya rumahnya. Istrinya Sumiko mengira evakuasi pada saat itu telah terlambat dan justru akan berbahaya jika ia memaksakannya. 

Ia dan istri boleh saja tenang usai Topan Hagibis melawati kota di utara Tokyo ini. Ketika melihat banjir berangsung-angsur surut, pada Senin ia dan istri turun ke lantai satu dan mulai membersihkan halaman rumah yang tertutup lumpur. Ia juga memilah-milah perabotan yang rusak. Saat malam tiba, ia pergi tidur, namun diikuti dengan perasaan yang masih belum tenang. Setiap beberapa jam sekali ia terbangun melihat keadaan di luar rumahnya.

Baca Juga: A Beautiful Madness Dari Topan Hagibis

Saat terbangun di hari Minggu pagi, ia melihat pemandangan yang sangat buruk. "Ada sungai besar yang mengalir di depan rumah saya," kata pria 74 tahun itu dikutip dari Japan Today, Selasa (15/10/2019).

Saat melihat derasnya aliran air itu, rasa takut mulai menguasinya. Lulutnya gemetar hebat. Keputusannya untuk memilih tinggal terasa amat salah usai dirinya melihat ketinggian air pada pagi itu. "Kali ini, air naik ke sini (menunjuk garis gelap yang ditinggalkan air)," ucapnya. 

Badai ini menjadi badai paling buruk yang pernah diingat Saito selama bertahun-tahun tinggal di Kawagoe. Topan Hagibis yang mendarat pada Sabtu malam itu telah membuat curah hujan meningkat dan menyebabkan sungai meluap, dan merubah wilayah Kawagoe menjadi rawa-rawa.

 

 

Kisah mereka yang selamat dari Topan Hagibis ini adalah beberapa di antara banyaknya kisah mengerikan yang dialami para penyintas bencana ini. Upaya penyelamatan dilakukan dengan kekuatan penuh. Pemerintah Jepang mengerahkan tentara dan petugas pemadam kebakaran dari seluruh Jepang. 

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan, pemerintah akan membentuk tim bencana khusus, termasuk pejabat dari berbagai kementerian, untuk menangani dampak dari topan Hagibis. "Respons kita harus cepat dan tepat," kata Abe. Dia kemudian menyebut, topan Hagibis menyebabkan kerusakan yang cukup luas.

Untuk diketahui, Topan Hagibis telah mendarat di Pulau Honshu utama Jepang sekitar pukul 19.00 waktu setempat pada Sabtu kemarin, dengan hembusan angin mencapai 216 kilometer per jam dan memicu gempa berkekuatan 5,7 Skala Ricther.

Rekomendasi