Dalih Polisi Melarang Demonstrasi Meski Tanpa Perintah Jokowi

| 16 Oct 2019 14:07
Dalih Polisi Melarang Demonstrasi Meski Tanpa Perintah Jokowi
Pengamanan gedung Bawaslu, Mei 2019 silam (Foto: Anto/era.id)
Jakarta, era.id - Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin tinggal menghitung hari, tepatnya pada Minggu (20/10). Menjelang acara tersebut, beredar kabar akan ada aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat, mulai tanggal 15 hingga 20 Oktober 2019.

Polri --dalam hal ini Polda Metro Jaya-- pun kemudian memutuskan melarang aksi unjuk rasa tersebut, kendati Presiden Jokowi tak memberi perintah kepada Kapolri Tito Karnavian untuk melarang aksi demonstrasi. Pernyataan itu dia ungkapkan hari ini (16/10) di Istana Negara, Jakarta Pusat. Menurut dia, aksi unjuk rasa itu dilindungi konstitusi.

Atas pernyataan Jokowi, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono pun merespons. Dia berdalih, polisi menggunakan kewenangan diskresi untuk melarang aksi demonstrasi yang mungkin terjadi nanti. Caranya, dengan tidak mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) aksi demonstrasi.

"Polda Metro menggunakan kewenangan diskresi kepolisian untuk tidak menerbitkan STTP unjuk rasa, sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum," ucapnya saat dikonfirmasi, Rabu (16/10/2019).

Penggunaan diskresi itu, menurut Argo, berdasarkan beberapa pertimbangan. Beberapa di antaranya karena kehadiran tokoh-tokoh dari negara tetangga dan untuk menjaga harkat dan martabat Indonesia di mata dunia.

"Dengan adanya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang dihadiri oleh pimpinan negara asing, dan untuk menjaga harkat dan martabat negara Indonesia," tegas Argo.

Baca Juga : Catat! Dilarang Demo Hingga Pelantikan Jokowi-Maruf

Infografis oleh Ilham/era.id

Aturan Menyampaikan Pendapat

Polisi menggunakan diskresinya untuk melarang unjuk rasa, sementara Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak menyampaikan pendapat. Dalam pasal 28 tertulis: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menjelaskan lebih rinci mengenai penyampaian pendapat. Dalam UU tersebut, salah satu bentuk penyampaian pendapat adalah unjuk rasa atau demonstrasi.

Adapun tata cara penyampaian pendapat di muka umum dalam UU tersebut, yang terpenting memberikan pemberitahuan secara tertulis. Isi surat itu mesti mencantumkan beberapa informasi, antara lain, maksud dan tujuan, tempat, penanggung jawab, dan jumlah peserta.

Pelarangan demonstrasi diatur dalam aturan yang lebih rendah dari UU, yaitu Peraturan Kapolri. Namanya, Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Dalam Perkapolri tersebut, beberapa demonstrasi yang dilarang, demonstrasi di lingkungan Istana Presiden, atau di luar waktu yang ditentukan, atau tanpa pemberitahuan tertulis kepada polri.

Tags : demo
Rekomendasi