Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Bak Tampar Muka Pemerintah

| 10 Mar 2020 15:51
Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Bak Tampar Muka Pemerintah
Kartu BPJS (era.id)
Jakarta, era.id - Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan sebelumnya diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020.

Padahal, pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp13,5 triliun pada tahun lalu untuk menalangi kenaikan tarif iuran untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) serta pemerintah daerah hingga akhir 2019.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan melihat dampak dari pembatalan tersebut terhadap BPJS Kesehatan. Menurutnya, pembatalan kenaikan iuran akan berdampak pada defisit keuangan lembaga tersebut.

"Ya ini kan keputusan yang memang harus lihat lagi implikasinya kepada BPJS gitu ya. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/3).

Menurut Sri Mulyani, BPJS Kesehatan harus tetap memberikan layanan yang layak kepada para pesertanya. Meski saat ini defisit yang dialami BPJS Kesehatan masih besar.

"Sampai dengan saya sampaikan dengan akhir Desember, kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp13 triliun," papar Sri Mulyani.

Dengan adanya pembatalan kenaikan iuran ini, pemerintah akan melihat apa saja dampaknya bagi operasional dan keuangan BPJS Kesehatan ke depan.

"Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita nanti kita review lah ya," pungkasnya.

Untuk diketahui, Kemenkeu merealisasikan pembayaran PBI senilai Rp4,03 triliun sejak per akhir Januari lalu.

Jika diakumulasikan dengan kucuran anggaran tahun sebelumnya, pemerintah sudah mengeluarkan Rp16,03 triliun dari total alokasi anggaran untuk PBI Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Sementara itu, anggaran yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2020 untuk menambal BPJS Kesehatan mencapai Rp48,8 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari tahun lalu yang sebesar Rp26,7 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan masih membahas lebih lanjut mengenai dampak keputusan tersebut terhadap dana yang telah disalurkan pemerintah untuk menambal defisit BPJS Kesehatan.

"Jadi sebenarnya, kenaikan itu adalah untuk bisa menambal defisitnya BPJS Kesehatan. Nah dengan adanya putusan tadi, kami pelajari dan diskusikan implikasinya," ujar Suahasil di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Lebih lanjut, Suahasil menjelaskan keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif iuran dengan pertimbangan defisit BPJS Kesehatan yang diproyeksi mencapai Rp15,5 triliun hingga akhir 2019.

Nilai tersebut sudah membaik dibandingkan proyeksi sebelumnya, di mana BPJS Kesehatan diprediksi defisit sampai Rp32 triliun pada akhir tahun lalu.

Namun, dengan adanya keputusan MA tersebut, Kemenkeu harus kembali memutar otak untuk menambal defisit BPJS Kesehatan.

"Kita cari cara, sejak tahun lalu gimana caranya tambal. Caranya menambal itu yang kita bayangkan tahun lalu adalah pemerintah berikan uang, uang lebih besar kepada BPJS Kesehatan," jelas Suahasil.

"Kalau kita berikan uang seperti itu saja, tahun depan tidak tahu lagi berapa," tambahnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid menyebut keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan tamparan bagi pemerintahan.

Pasalnya, kata Hidayat, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak pernah direstui oleh Komisi IX DPR RI. Bahkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah sepakat dengan Komisi IX untuk tak menaikkan iuran BPJS Kesehatan bagi Kelas III, namun oleh pemerintah tetap dinaikan.

"Ini kan menampar muka pemerintah sendiri karena seharusnya itu (pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan) sudah dilaksanakan ketika ada kesepakatan dengan Komisi IX. Kenapa tidak dilaksanakan?" kata dia saat ditemui di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Hidayat mempertanyakan koordinasi antara Kemenkes dan Kemenkeu dengan Presiden Jokowi terkait kesepakatan tersebut. Menurutnya, jika Jokowi diberi tahu, dia yakin perpres kenaikan iuran itu tak diterbitkan.

Setelah putusan ini, kata Hidayat, Pemerintah harus segera membatalkan kenaikan iuran yang telah berjalan sejak 1 Januari 2020. Sebab, menurut Wakil Ketua MPR RI itu keputusan MA final dan mengikat. Oleh karenanya, dia meminta pemerintah segera melaksanakan keputusan tersebut.

"Tepat, MA sudah memutuskan dan sesuai dengan keputusan di Komisi IX yang diperjuangkan oleh PKS juga. Pemerintah tinggal melaksanakan," katanya.

 

Tags : bpjs
Rekomendasi