“Terhadap kasus OTT Marianus Sae, PDI Perjuangan tentu memberikan dukungan kepada penegak hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya,” ujar Andreas, dalam pernyataan tertulisnya, Senin (12/2/2018).
Andreas mengaku mengetahui penangkapan Marianus dari media massa. Saat itu, kata Andreas, dia baru tiba di Jakarta setelah tiga hari melakukan konsolidasi terkait Pilkada 2018 di NTT bersama Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Namun, selama Andreas dan Hasto berkeliling di Maumere, Kupang, dan Weetabula, hanya cawagub Emi Nomleni yang ikut berkeliling, sedangkan Marianus Sae sekalipun tidak hadir.
"Bahkan pada Sabtu (10/2) malam, atas permintaan Sekjen saya sempat mengontak Marianus Sae via telepon maupun SMS tetapi sama sekali tidak ada respons dari yang bersangkutan," ujar Andreas.
Menurut anggota Fraksi PDIP di DPR dari dapil NTT I tersebut, akan lebih buruk lagi situasinya jika Marianus sudah ditetapkan sebagai calon kepala daerah atau kepala daerah terpilih, lalu ke depannya melakukan praktik korupsi yang lebih besar dan lebih merugikan rakyat NTT.
“Akan lebih buruk situasinya apabila beliau sudah ditetapkan menjadi cagub atau bahkan terpilih dan kemudian melakukan korupsi, karena akan lebih menyusahkan rakyat NTT kedepannya,” kata dia.
Lebih lanjut, Andreas mengatakan PDIP segera memeriksa apakah Marianus memiliki kartu tanda anggota (KTA) PDIP. Karena, kata Andreas, Marianus sebelumnya merupakan kader PAN.
“Sebelumnya beliau adalah Mantan Ketua PAN/Bupati Kab Ngada NTT, yang mendaftarkan diri ke PDI Perjuangan, dalam kapasitas diusung oleh PKB, bersama bakal cawagub Eni Nomleni yang merupakan kader PDI Perjuangan,” ucap Andreas.
Dalam OTT yang dilakukan KPK terhadap Marianus Sae, turut diamankan juga dua orang lainnya oleh penyidik KPK. Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, seorang yang datang belakangan, menggunakan sweater putih, celana pendek, dan beralaskan sandal jepit itu merupakan ajudan pribadi Marianus yang terjerat OTT di Kupang.
“Lima orang. Bupati dan satu orang diamankan di Surabaya. Satu ajudan. Itu tiga yang dibawa ke Jakarta. Dua lagi masih pemeriksaan di daerah, (pihak) swasta,” kata Febri.