Menurut pemetaan Bawaslu, SARA menjadi isu yang mempunyai daya rusak tinggi dalam Pilkada. Selain itu, penggunaan isu ini menjadi daya ledak tinggi belakangan ini.
"Apalagi mulai tanggal 15 (Februari) besok kampanye sudah harus dimulai. Kita perlu bergandengan tangan dengan semua pihak untuk memastikan bahwa isu yang bukan menjadi isu yang dikapitalisasi," kata Afifuddin di kantor Bawaslu, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018).
"Kampanye adalah menjual program dan kebaikan semua pasangan calon. Bukan menjelekkan calon yang lain. Nah, itu yang kita dorong dari sisi pengawasan penggunaan isu SARA dalam kampanye," lanjutnya.
Afifuddin mengatakan, menjadi tugas Bawaslu untuk mengingatkan pada semua pihak mengenai ancaman serius politik SARA.
"Kami (Bawaslu) punya kewenangan pemetaan, maka kami perlu untuk memberi warning kepada semua pihak agar tidak memanfaatkan isu ini sebagai isu kampanye," tegas dia.
Bawaslu juga mengecam adanya aktivitas politik di rumah ibadah. Afifuddin menyampaikan, pihaknya justru ingin mengajak para pemuka agama untuk bekerja sama mengajak umatnya dapat menolak politik SARA dan politik uang dalam Pilkada.
"Agama tidak ada yang mentolerir soal adu domba, soal politik uang. Kalau semua orang yang punya jamaah menyampaikan kepada jamaahnya masing-masing bahwa politik uang dan politik SARA itu tidak patut dan tidak boleh dipraktekan dalam Pilkada, harapan kita, semakin ke sini semakin nanti itu paraktik politik uang dalam Pilkada juga semakin berkurang.
Hal ini adalah upaya Bawaslu untuk melibatkan semua pihak, termasuk tokoh agama, untuk membantu memberikan pendidikan pemilihan umum kepada masyarakat.
Misi itu jugalah yang kemudian diklaim Bawaslu sebagai dasar untuk menyusun materi khotbah menjelang masa kampanye Pilkada 2018. Afifuddin menyampaikan, pihaknya saat ini tengah menggodok materi khotbah bersama seluruh tokoh perwakilan agama.
"Masih proses penulisan, (materi khotbah) juga kita konsultasikan semua tokoh, semua perwakilan agama, kita ada audiensi," terang Afifuddin.
Afifuddin mengatakan, nantinya, materi khotbah tidak wajib dibacakan ketika khotbah berlangsung. Namun demikian, adanya upaya ini adalah sebagai bentuk pencerdasan masyarakat beragama dari politik SARA dan politik uang.
"Sifatnya bukan sesuatu yang wajib dibacakan ketika khotbah, ini daftar bacaan yang bisa jadi kalau memang kita ingin ada semacam ceramah berwawasan pelanggaran Pemilu, berwawasan pendidikan pemilih. Jadi nggak sama sekali mengatur khotibnya, mengatur khotbahnya, apalagi mengawasi, enggak," tegas dia.