Darwin Pratama mungkin tak akan berhenti bersyukur saat ini. Dia lolos dari maut di pabrik petasan, Kosambi, Tangerang, karena membeli kopi, sesaat sebelum ledakan itu terjadi.
"Ini anak asuh, anak angkat saya, nih, Darwin Pratama. Itu yang ketahuan kemarin kebetulan pengen ngopi siang-siang keluar. Setelah keluar, pas mau balik lagi, ada ledakan. Kelihatan orangnya si Ega itu di atap bawa las. Itu lah yang meledak pertama," ujar Beben di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat (27/10).
Saat ditemui di RS Polri, Beben, Kepala Desa Batulayang, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat itu mencari jenazah dua anak asuhnya yang lain, Naya Sunarya dan Ade Rosita.
Nasib mereka tidak seberuntung Darwin. Kakak beradik itu meregang nyawa karena ledakan tersebut. Naya ikut terlumat api di dalam pabrik saat mencari sang adik, Ade Rosita yang terjebak di dalam kobaran si jago merah.
"Ade Rosita, kan, masih di dalam. Nah, si Naya sudah keluar. Setelah keluar, Naya bertanya-tanya, adik saya ke mana? Akhirnya (Naya) masuk lagi. Nah, gak keluar lagi," lanjut Beben.
Nasib berbeda dirasakan Ano (57). Ia kehilangan anak keempatnya akibat ledakan tersebut. Ano terkejut saat mendapat informasi pabrik tempat anaknya bekerja meledak.
Bersama Beben, Ano langsung bergegas ke Tangerang sambil berharap anaknya, Gugun Gunawan lolos dari ledakan itu. Anak keempat dari lima saudara ini baru lulus Sekolah Menengah Pertama tahun lalu.
Setelah lulus SMP, Gugun Gunawan membantu ayahnya bekerja sebagai buruh kebun di kebun kopi milik tetangganya. Gugun belum genap berumur 17 tahun saat merantau ke Jakarta.
"Begitu keluar, bantu di rumah dulu. Bilangnya mau kerja ke sana ada rekannya," ujar Ano.
Gugun bekerja di pabrik mercon PT Panca Buana Cahaya sejak Juni 2017. Pada bulan pertama bekerja, Gugun sempat mengirim uang Rp 900 ribu untuk kedua orangtuanya.