Jakarta, era.id - Proyektil peluru tajam yang bersarang di jenazah empat mahasiswa Trisakti membuat Kapolda Metro Jaya Mayjen Pol Hamimi Nata tercengang. Ia tak pernah memberi instruksi anggotanya menggunakan peluru tajam, melainkan hanya peluru karet yang jumlahnya pun terbatas.
"Dari mana datangnya peluru ini?" tanya Hamimi keheranan.
Saat itu, dokter Forensik Universitas Indonesia, Abdul Mun'im Idris membeberkan hasil autopsi empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban penembakan saat menggelar aksi unjuk rasa menuntut agenda reformasi.
Baca Juga : Kisah Sunarmi, Ibu Korban Penembakan Trisakti
Korban penembakan tragedi Trisakti. (Infografis/era.id)
Sebelumnya, Abdul Mun'im mendapat telepon dari Kasat Serse Polres Metro Jakarta Barat Idham Aziz untuk mengautopsi jenazah ke empat korban penembakan yakni Elang Mulia Lesmana, Hery Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
Baca Juga : Peringatan 20 Tahun Reformasi: Habibie dan Transisi Orde Baru
Setibanya di Rumah Sakit Sumber Waras, Mun'im bertemu dengan mahasiswa dan keluarga korban penembakan. Awalnya mereka menolak untuk dilakukan autopsi. Namun setelah Mun'im meyakinkan, akhirnya mereka mengizinkan dan pemeriksaan pun dimulai.
Pemeriksaan korban penembakan berlangsung selama kurang lebih 90 menit. Dari pemeriksaan tersebut, masing-masing korban ditemukan luka tembak di area vital, ada di dahi dan tembus ke daerah belakang kepala, ada di bagian leher, di punggung, dan di bagian dada.
Dari luka-luka terlihat tak hanya sekadar itikad meredam keributan saat kejadian, melainkan sebuah tindakan nekat yang berujung kepada kematian.
Kronologi penembakan di Trisakti
Unjuk rasa yang berlangsung pada 12 Mei 1998 itu mulai pecah sekitar pukul 18.00 WIB. Mulanya para civitas akademika Universitas Trisakti yang hendak melakukan long march ke Gedung MPR/DPR mendapat penolakan dari pihak keamanan. Negosiasi antar keduanya berlangsung alot.
Setelah berhasil menembus gerbang kampus, para mahasiswa menggelar mimbar bebas di depan kampus. Aksi mulai memanas setelah seorang yang mengaku alumni Universitas Trisakti, Mashud, menyusup dan memancing keributan.
Baca Juga : 20 Tahun Reformasi: Kamar Kenangan Hafidhin Royan
Saat bentrokan dengan aparat keamanan mulai pecah, massa didorong masuk oleh aparat keamanan. Di tengah keributan tiba-tiba terdengar suara tembakan. Sontak massa aksi pun berhamburan ke dalam kampus sambil mencari tempat berlindung.
Penembakan dan tindakan represif aparat menyulut amarah mahasiswa. (Foto: Common Wikimedia)
Kala itu, letusan senjata terdengar dari arah belakang atau barisan aparat keamanan yang ada di depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat. Gas air mata berhamburan ke arah mahasiswa yang masih berada di luar kampus.
Tak hanya itu, para mahasiswa yang berusaha masuk ke dalam kampus pun menerima kekerasan fisik seperti dipukul dan ditendang, malah kabarnya ada juga mahasiswi yang mengalami pelecehan.
Baca Juga : 20 Tahun Reformasi: Mengingat Tuntutan Demonstran
Tembakan peluru karet pun sempat mengenai bagian pinggang Ketua Senat Mahasiswa Universitas Trisakti, Hendra. Merujuk sejumlah saksi mata dan pemberitaan media kala itu, aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan senjata mereka ke dalam kampus.
Ceceran darah dan pecahan kaca terlihat jalas pasca penembakan tersebut. Tangisan ketakutan masih terdengar dari sudut-sudut kampus biru.
Setelah korban-korban yang berjatuhan dievakuasi ke Rumah Sakit Sumber Waras, barulah diketahui bahwa tiga mahasiswa tewas di tempat, dan satu orang lagi dinyatakan tewas di rumah sakit, selain itu 15 orang terluka serta cidera.
-
Afair17 May 2018 08:17
20 Tahun Reformasi dan Kerugian Negara Saat Kerusuhan
-
Afair13 May 2018 06:10
20 Tahun Reformasi dan Pemakaman Korban Penembakan Trisakti
-
Afair12 May 2018 16:52
Peringatan 20 Tahun Reformasi: Tragedi Trisakti, di Mana Soeharto?
-
Afair12 May 2018 15:23
20 Tahun Reformasi: Keadilan untuk Korban Tragedi Trisakti