Inilah Arti Malam Satu Suro dan Sejarahnya

| 13 Jul 2023 22:05
Inilah Arti Malam Satu Suro dan Sejarahnya
Ilustrasi kalender (pexels)

ERA.id - Malam satu Sura atau Suro bertepatan dengan satu Muharam dalam kalender Hijriah. Tahun ini malam satu Suro jatuh pada Selasa, 18 Juli 2023. Biasanya, masyarakat Jawa merayakan malam satu Suro dengan berbagai kegiatan tradisi. Sebenarnya, apa arti malam satu Suro?

Tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng di Keraton Yogyakarta, salah satu tradisi malam 1 Suro (Antaranews)

Arti Malam Satu Suro

Malam satu Suro merupakan hari pertama bulan pertama dalam kalender Jawa. Waktunya bertepatan dengan hari pertama bulan pertama kalender Hijriah sehingga bersamaan dengan tahun baru Islam. Orang Jawa menyebut bulan Muharam (kalender Hijriah) sebagai Sura atau Suro.

Istilah ini berasal dari bahasa arab, yaitu Asyura, yang memiliki arti ‘sepuluh’. Beberapa daerah menyebutnya Suran. Suran merupakan peringatan malam satu Sura atau Suro. Istilah tersebut kemudian menjadi nama bulan permulaan dalam takwim jawa.

Peringatan malam satu Suro dilakukan setelah Magrib. Dalam kalender Masehi, pergantian hari terjadi pada tengah malam, tetapi dalam kepercayaan Jawa pergantian hari terjadi saat Matahari terbenam.

Sejarah Malam Satu Suro

Bulan Suro tidak terlepas dari penanggalan Islam (Hijriah). Sejarahnya berawal dari Sultan Agung yang menyebut Muharam sebagai bulan Sura. Dikutip Era.id dari buku Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa, tahun Hijriah dipakai sebagai sistem penanggalan muslim Jawa, ditetapkan oleh Sultan Agung pada abad ke-17. Sistem penanggalan ini disebut dengan penanggalan aboge.

Sistem penanggalan muslim Jawa ini kadang berjarak 1 hari lebih lama. Namun, angka tahun menggunakan angka tahun Jawa yang lebih muda 78 tahun daripada tahun Masehi.

Tahun tetap menggunakan tahun Saka, tetapi perhitungan hari diubah menjadi sistem tarikh qamariyah. Ini adalah ijtihad penting Sultan Agung dan menjadi wujud asimilasi budaya Islam dan budaya Jawa.

Hingga saat ini malam satu Suro dipercaya sebagai malam yang sakral. Pada zaman dahulu, malam satu Suro dimulai saat Sultan Agung ingin rakyatnya bersatu menggempur pasukan Belanda di Batavia.

Demi menghindari perpecahan masyarakat, Sultan Agung menyatukan kelompok santri dan abangan. Mereka kemudian melaksanakan pengajian bersama dengan penghulu kabupaten dan melapor ke pemerintah setempat setiap Jumat Legi. Selain itu, mereka melakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.

Rekomendasi