Uniknya Kota Bandung: Anggaran Kesehatan Bejibun tapi Wajah Puskesmas Menyedihkan

| 26 Nov 2021 12:31
Uniknya Kota Bandung: Anggaran Kesehatan Bejibun tapi Wajah Puskesmas Menyedihkan
Ilustrasi tenaga kesehatan (Wikimedia Commons)

ERA.id - Jika Anda merasa tidak enak badan dan berobat ke pusat kesehatan masyarakat, apalagi puskesmas kecil, Anda kemungkinan besar akan diberi parasetamol.

Kalau ada pilek sedikit, muncul tambahan obat lain, seperti amoxilin. Dua obat itu masuk kategori generik. Masa patennya telah habis.

Setiap perusahaan farmasi bisa memproduksinya, yang membuat harganya jauh lebih murah ketimbang obat yang masih punya paten.

Inilah yang membuat parasetamol seperti jadi obat segala penyakit, terutama di puskesmas guram.

Nanang Sunandar, 54 tahun, pernah dapat obat segala penyakit itu, ketika berobat di salah satu puskesmas guram di Kota Bandung, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Puskesmas Pamulang.

Nanang adalah seorang pedagang buah yang biasa berjualan di depan pagar Ruko AH Nasution Square, Kelurahan Karang Pamulang, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung.

Nanang berobat ketika Puskesmas Pamulang masih berada di ruko tersebut, di kavling 37. UPT Puskesmas Pamulang kini pindah ke Jalan Pasir Impun Nomor 21, dua kilometer dari lokasi semula.

Pedagang buah-buahan dari Lembang itu pernah berobat Puskesmas Pamulang karena merasa tidak enak badan. Dia juga tidak mendapatkan pelayanan dari dokter jaga.

“Saya nggak enak badan. Dikasih parasetamol saja,” kata Nanang pada awal Oktober 2021.

“Tidak ada pemeriksaan lain, bahkan cek tensi darah.”

Puskesmas Pamulang (Anda/ERA.id)

Tidak optimalnya pelayanan kesehatan itu mencoreng peran puskesmas untuk membantu masyarakat tetap sehat di tingkat pertama.

Baru jika penyakit pasien dikategorikan berat dan puskesmas tidak sanggup menanganinya, puskesmas bisa merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih besar.

Sulit mewujudkan cita-cita puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan yang prima di tingkat pertama kalau kondisinya terbengkalai. Dari 80 puskesmas yang tersebar di Kota Bandung, ERA.id menemukan lima puskesmas masuk kategori suram, baik dari pelayanan hingga sarana dan prasarana.

Sarana dan prasarananya jauh dari standar puskesmas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Dari sarana dan prasarana yang tidak standar ini, lalu merembet ke kualitas pelayanan puskesmas. Yulianti, 42 tahun, warga Cikadut, Kecamatan Pamulang, bercerita ketika berobat di Puskesmas Pamulang, dia tak kunjung mendapat perawatan dari dokter jaga.

Padahal Yuli mengaku sudah mengikuti prosedur pendaftaran via WhatsApp. Yulianti yang disebut punya radang paru-paru, hanya diberi obat biasa, seperti obat sesak dan antibiotik.

“Saya hanya minta surat rujukan saja agar bisa segera ditangani oleh dokter rujukan tapi malah dipersulit,” ungkap Yuli pada awal Oktober 2021.

Selain Puskesmas Pamulang, Kondisi puskesmas yang tak kalah memprihatinkan adalah Puskesmas Sarijadi, yang berada di Jalan Sari Asih Nomor 76, Kelurahan Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung.

Jika UPT Puskesmas Pamulang sudah sudah berpindah ke tempat yang lebih besar, Puskesmas Sarijadi masih mengontrak sejak pertengahan tahun 2019.

Pada Selasa, 16 November 2021, tenda terpal menutupi seluruh bangunan Puskesmas Sarijadi. Pasien yang berobat antre menunggu di kursi luar bangunan.

Puskesmas Sarijadi yang direnovasi (Anda/ERA.id)

Seorang warga yang pernah berobat di puskesmas tersebut adalah Herlina (48), warga Sarijadi. Saat itu Herlina berobat ketika dia dan semua anggota keluarganya terpapar COVID-19.

Menurut Herlina, aliran udara di puskesmas tersebut tidak memadai. “Puskesmas sangat pengap, tak ada ruang gawat darurat. Staf juga tidak memberikan informasi yang optimal kepada pasien,” papar Herlina pada pertengahan Oktober 2021.

Rumah kontrakan yang disewa pihak Puskesmas Sarijadi (Anda/ERA.id)

Puskesmas yang juga mendapat cap miring dari masyarakat adalah Puskesmas Ibrahim Adjie, yang berada di Jalan Ibrahim Adjie Nomor 88, Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batununggal, dan Puskesmas Sukagalih, Jalan Mulyasari nomor 12, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung.

Seorang warga Sukagalih, Asep Herman (30) mengatakan pengalaman berobat di Puskesmas Sukagalih kepada ERA.id. Asep mengatakan, Puskesmas Sukagalih tidak bersih. Asep juga mengaku tidak dilayani dengan optimal.

“Waktu itu keluhan saya adalah kolesterol sedang tinggi, tapi hanya diberikan obat pereda nyeri,” kata Asep pada Selasa (16/11/2021).

“Padahal kalau saya periksa di klinik, bisa mendapatkan obat kolesterol seperti rosuvastatin.”

Sedangkan pengalaman Shinta (27), yang berobat di Puskesmas Ibrahim Adjie, mengungkap bahwa pelayanan di puskesmas itu juga tidak optimal. Shinta yang pernah meminta surat pengantar ke puskesmas buat bapaknya yang mau cuci darah dalam masa pandemi covid-19, harus melakukan tes covid dulu.

Setelah dinyatakan negatif, Shinta baru bisa ke puskesmas itu. “Walaupun akhirnya diproses, itu sangat lama. Saya harus menunggu 2 jam,” kata Shinta. “Alasannya menunggu jam istirahat dokter.”

Shinta menceritakan pengalaman itu ke tetangganya, yang rupanya juga mengalami hal yang sama di puskesmas tersebut.

Kepala Puskesmas Sarijadi Dedy Kuswandi mengakui kelemahan puskesmas yang dia pimpin. Dedy mengaku sudah mengajukan anggaran untuk perbaikan gedung lama kepada Dinas Kesehatan Kota Bandung.

“Sudah kami ajukan,” kata Dedy kepada ERA.id pada Senin, 18 Oktober 2021.

Catatan Bandung Independent Living Center (BILIC), sebuah organisasi penyandang disabilitas,  alokasi anggaran rehabilitasi Puskesmas di Kota Bandung sebetulnya mengalami kenaikan dari tahun 2017 sampai tahun 2019.

Disebutkan pada tahun 2019 Dinas Kesehatan menggelontorkan anggaran senilai kurang lebih Rp 15 miliar untuk revitalisasi seluruh puskesmas di Kota Bandung.

Apalagi sejak 2020 sampai 2021 pelayanan kesehatan di Kota Bandung mendapatkan anggaran yang besar, kenaikannya mencapai 60 persen.

Rencana kegiatan rehabilitasi puskesmas dari tahun 2017-2019 juga cenderung mengalami kenaikan. Tapi tak ada yang mengalir ke puskesmas-puskesmas tadi.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ahyani mengatakan pada awal tahun 2021 terdapat anggaran untuk bidang kesehatan sebesar Rp 1 triliun. Namun dana tersebut masih fokus untuk penanganan COVID-19 sampai akhir tahun.

“Jumlah segitu untuk semua pelayanan kesehatan di Kota Bandung,” kata Ahyani di Bandung, pada bulan Juni 2021 lalu.

“Tapi saat ini kita utamakan untuk menangani COVID-19 terlebih dahulu.”

Ahyani mengatakan, memang ada anggaran untuk revitalisasi puskesmas pada tahun 2019. Namun semua anggaran itu saat ini dialihkan untuk penanganan COVID-19.

“Untuk saat ini, kalau saya disuruh memilih di antara pembangunan puskesmas dan memaksimalkan pelayanan kesehatan terkait COVID-19, saya akan memilih yang kedua,” ujar Ahyani.

“Walau menurut kami pembangunan puskesmas di masa pandemi adalah tantangan yang harus kami hadapi.”

Melihat kondisi puskesmas-puskesmas yang terbengkalai dan pelayanannya yang tidak optimal, Anggota Dewan Komisi D DPRD Kota Bandung dari Fraksi PSI, Yoel Yosaphat menilai, sudah saatnya Bandung mengalihkan fokus anggaran ke puskesmas-puskesmas ini. Kebetulan gelombang pandemi sedang turun.

“Pusatkanlah untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, khususnya puskesmas,” ujar Yoel.

“Agar nanti saat ada lonjakan kasus covid-19 lagi, akan membantu warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.”

Menurut Direktur Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Egi Abdul Wahid, puskesmas merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah.

“Peran puskesmas di masa pandemi sudah sangat berat,” ujar Egi. “Untuk itu pemerintah bisa lebih peka, penuhi apa saja yang dibutuhkan agar puskesmas bisa layak melayani kesehatan masyarakat.”

Egi menjelaskan, standar puskesmas memang harus sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan akan menjadi unit terdepan untuk mencapai target masyarakat Indonesia yang sehat.

Rekomendasi