ERA.id - Kegiatan donasi Dapur Umum Buruh Gendong Perempuan Yogyakarta disebut dikelola secara tak transparan. Pengelolaan dana sumbangan hingga Rp800 juta dinilai tak akuntabel. Hal ini dingkap salah satu pegiatnya, Elanto Wijoyono.
"Aksi kemanusiaan adalah satu keteladanan. Namun bukan berarti dapat lepas dari pertanggungjawaban sebagai kewajiban. Terlebih ketika ada partisipasi jaringan dan dana publik yang digunakan," ujar Elanto, Selasa (19/7) malam.
Dapur Umum Buruh Gendong Perempuan Yogyakarta (DUBGP-Y) mulai digulirkan Oktober 2020 dan bertugas membantu penyediaan makan siang kepada kelompok terdampak pandemi COVID-19. Buruh gendong perempuan di Pasar Beringhajo, Pasar Giwangan, Pasar Kranggan, dan Pasar Gamping disasar.
"Rencana itu diwujudkan dengan menggalang dukungan dari jaringan pegiat gerakan di Yogyakarta," ujarnya.
DUBGP-Y telah diselenggarakan 11 tahap dengan melibatkan puluhan relawan di tiga lokasi dapur umum dengan lebih dari 50.000 paket makan dibuat dan didistribusikan kepada kelompok buruh gendong perempuan di 4 pasar tradisional selama 232 hari kegiatan.
Elanto menjelaskan, penyelenggaraan DUBGP-Y ini seluruhnya menggunakan donasi publik, baik uang maupun barang, yang dikirimkan secara langsung ke rekening Perkumpulan Simponi maupun melalui platform KitaBisa. Dana yang terhimpun mencapai lebih dari Rp800 juta.
"Namun penyelenggaraan DUBGP-Y ini masih meninggalkan pekerjaan rumah besar pada aspek transparansi dan akuntabilitas. Keseluruhan operasional DUBGP-Y sejak awal dijalankan secara tidak transparan," ujarnya.
Menurutnya, perwakilan donatur, relawan, dan pegiat gerakan di Yogyakarta selama 6 bulan terakhir aktif menggalang upaya untuk mendesak transparansi dan akuntabilitas DUBGP-Y. Namun, seluruh upaya yang telah dilakukan oleh jaringan donatur, relawan, dan pegiat gerakan di Yogyakarta tersebut tidak ditanggapi oleh pihak Perkumpulan Simponi, penggagas acara itu.
Untuk itu, Elanto mengirimkan permohonan informasi publik kepada Perkumpulan Simponi. Karena tidak merespons, Elanto pun mengajukan sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (KID DIY). Sidang sengketa itu digelar Rabu (20/7/2022) ini.
"Diharapkan melalui upaya ini, jaringan masyarakat sipil mendapatkan pembelajaran bahwa praktik-praktik penyelewengan dana donasi serupa, tidak boleh lagi terjadi di masa mendatang," kata Elanto.
Menurutnya, prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas harus benar-benar konsisten dijalankan dalam setiap langkah gerakan. "Ini tidak bisa ditukar dengan sekadar klaim telah berjuang di jalan kemanusiaan," kata dia.
Pihak Perkumpulan Simponi menyatakan akan memberi keterangan resmi akan hal ini. Saat ini masalah itu tengah dibahas secara internal.